ANTHRAX kembali menyerang Gunungkidul, khususnya di Kapanewon Semanu. Serangan ini memang bukan yang pertama. Tahun lalu, penyakit serupa juga melanda kawasan ini. Namun, kali ini lebih banyak disebabkan oleh kecerobohan manusia.
Sebab, diduga yang terserang Anthrax adalah mereka yang mengonsumsi daging sapi mati. Bahkan, sapi tersebut telah dikubur, kemudian dibongkar dan dagingnya dibagi-bagikan.
Tujuannya mungkin baik, yakni untuk mengurangi kerugian pedagang sapi. Namun, bahayanya tidaklah sebanding, karena mengancam keselamatan manusia.
Baca Juga: Beroperasi Tanpa Masinis, LRT Jabodetabek Akan Uji Coba Terbatas dengan Penumpang pada 12 Juli 2023
Di daerah tersebut memang dikenal budaya meringankan tetangga, antara lain dengan membagi-bagikan daging sapi yang mati karena penyakit, dan dijual perpaket seharga sekitar Rp 40 ribu. Uang tersebut kemudian diberikan kepada yang punya sapi mati.
Dilihat semangatnya memang bagus, semangat gotong royong dan meringankan beban tetangga. Namun, tingkat bahayanya sangat besar, karena sapi yang mati karena penyakit sangat potensial menular ke manusia, atau lebih sering dikenal dengan penularan secara zoonosis.
Diduga kuat sapi mati tersebut sudah terkontaminasi Anthrax sehingga ketika dimakan manusia menjadi tertular. Akibat kejadian suspect Anthrax di Gunungkidul itu, tiga orang meninggal dunia, sedang puluhan lainnya dinyatakan suspect dan masih menjalani perawatan.
Baca Juga: Pagar dan Sarpras Pedestrian Diperbaiki, Dishub Yogyakarta Tegaskan Larangan Parkir di Jalan Sarkem
Dinas Peternakan setempat sebenarnya sudah mengingatkan tentang bahaya konsumsi sapi mati, apalagi terkena Anthrax. Namun, rasanya budaya untuk meringankan beban tetangga sangat kuat, sehingga mereka tidak menghiraukan anjuran dinas setempat. Alhasil, mereka membongkar kuburan sapi dan mengomsumsi dagingnya secara bersama-sama hingga menuai penyakit.
Dalam ajaran Islam sebenarnya sudah jelas bahwa memakan bangkai binatang adalah haram hukumnya. Islam mengajarkan umatnya untuk memakan makanan yang halal dan baik atau toyib. Hewan yang terkontaminasi penyakit jelas tidak masuk kategori toyib, sehingga dilarang dimakan, karena akan membahayakan manusia.
Andai anjuran ini dipatuhi, niscaya tidak ada yang terserang Anthrax atau sejenisnya. Namun dasar sifat manusia yang inginnya membantah dan tidak percaya dengan anjuran yang baik, maka mereka menerima akibatnya, terpapar Anthrax.
Baca Juga: Kapolri Ungkap Ada Dugaan Penistaan Agama di Ponpes Al Zaytun
Karena hal ini sudah menyangkut keselamatan manusia, maka pemerintah kabupaten setempat harus bertindak tegas demi keselamatan bersama. Penduduk dilarang memakan sapi atau hewan yang sudah mati. Hewan yang sudah mati harus dikubur dan tak boleh dibongkar. Bila aturan ini dijalankan, niscaya akan meminimalisasi merebaknya Anthrax di Gunungkidul. (Hudono)