Ada hadits lain yang pengertiannya sama, namun ada redaksi yang sedikit berbeda.
Hadits ini dari Imam Muslim dari Siti ‘Aisyah r.a. mengatakan.
أنّ رسولَ اللهِ ﷺ كان يُدرِكُه الفجرُ وهو جُنبٌ مِن أهلِه ثمَّ يغتسِلُ ويصومُ
Artinya: “Sungguh Rasulullah saw pernah memasuki waktu fajar di bulan Ramadhan sedang ia dalam keadaan junub bukan karena mimpi, maka mandilah ia dan kemudian berpuasa (melanjutkan puasanya).” (HR. Muslim dan ‘Aisyah).
Berdasar hadits itu jelas sudah bahwa pelaksanaan mandi wajib (mandi janabah) bagi mereka yang akan menunaikan ibadah puasa boleh dilakukan setelah masuk waktu puasa atau setelah terbit fajar dan puasanya tetap sah.
Hadits ini sesuai dengan pengertian yang diperoleh dari ayat al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 187, secara isyarah (isyarah an-nashsh):
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤئِكُمْ
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu….” (QS. al-Baqarah 2: 187)
Dalam ayat Alquran itu, para ahli tafsir dan ulama menyampaikan pengertian diperbolehkan umat Islam berhubungan badan dengan suami atau istri di malam hari, yakni sejak terbenam matahari hingga terbit fajar.
Dapat pula dipahami sebagai diperbolehkan dalam keadaan junub sampai pagi hari.
Jelas dapat dipahami karena kalau mencampuri istri boleh sampai terbit fajar, maka sudah tentu bagus memasuki waktu fajar masih dalam keadaan junub dan barulah setelah itu bersuci dengan mandi janabah. *