Puasa untuk mengendalikan marah

photo author
- Jumat, 24 Maret 2023 | 17:40 WIB
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si. (Dokuen Pribadi)
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si. (Dokuen Pribadi)

HARIAN MERAPI - Nabi Muhammad SAW pernah memberi nasihat kepada seseorang yang datang meminta nasihat kepada beliau: ”jangan kamu marah”.

Islam mengajarkan, apabila perasaan kita terluka atau dilukai orang lain, ada tiga cara untuk merespon secara positif; yaitu: menahan marah, memberi maaf, dan membalasnya dengan kebaikan.

Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa rasa marah (ghadhab) disebabkan oleh dominasi unsur api atau panas (al-hararah), yang mana unsur tersebut melumpuhkan peran unsur kelembaban atau basah (al-ruthubah) dalam diri manusia.

Baca Juga: Ditinggal Santap Bancakan, Rumah Ludes Terbakar di Karanganyar, Ini Kronologinya

Hatinya sudah terpenuhi dengan darah kotor, sehingga hati menjadi buta terhadap realita serta tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Kaitannya dengan menangani rasa marah, ada beberapa langkah praktis yang dapat diterapkan untuk mengantisipasinya:

Pertama, mengubah sikap. Amarah bisa menjadi dorongan positif kalau ditangani secara sensitif dan asertif; amarah harus ditangani, bukan dipendam atau dilampiaskan.

Harus diingat, kita semuanya mempunyai pilihan ketika sedang marah—terkendali atau lepas kendali, dan tidak ada seorang pun bisa membuat kita lepas kendali kecuali kita membiarkannya terjadi.

Kedua, kendalikan ketakutan. Seringkali amarah yang terpendam merupakan akibat hilangnya rasa percaya diri yang berakar pada ketakutan—takut kehilangan pekerjaan, citra diri, teman, hidup, penghasilan, dan sebagainya.

Dengan memerangi ketakutan tersebut kita biasanya menjadi lebih baik dalam mengendalikan amarah.

Baca Juga: Pengadilan Agama Bandung Angkat Bicara Soal Perceraian Alshad Ahmad dan Nissa Asyifa, Berikut Katanya!

Ketiga, hadapi sisi buruk dalam diri sendiri, artinya kita harus berani mengakui dan melihat sisi jelek diri sendiri—menerima kelemahan sendiri—tanpa ada perasaan terancam.

Keempat, mengatasi timbunan amarah. Ini bisa berarti menghadapi dan berbagi kepedihan dan penderitaan di masa kecil, termasuk yang baru dirasakan, yang diakibatkan oleh orang lain.

Keempat, belajar mengekspresikan perasaan tanpa memendam atau melampiaskan, artinya kita perlu mengungkapkan apa yang perlu disampaikan secara jelas, yakin, baik dan positif, tanpa menuduh, mengungkapkan dengan kata “aku”, bukan dengan “kau”.

Kelima, carilah penyaluran bagi energi marah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

'Ke-Empu-an' perempuan dalam Islam

Minggu, 21 Desember 2025 | 17:00 WIB

Doa-doa mustajab dalam Al-Quran dan Al-Hadits

Sabtu, 20 Desember 2025 | 17:00 WIB

Pesan-pesan Al-Quran tentang menjaga kesehatan jiwa

Jumat, 19 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tasamuh dalam beragama

Rabu, 17 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan membaca dan tadabbur Al-Quran

Selasa, 16 Desember 2025 | 17:00 WIB

Manajemen hati untuk raih kebahagiaan sejati

Senin, 15 Desember 2025 | 17:00 WIB

Tujuh kunci masuk ke dalam pintu Surga-Nya

Minggu, 14 Desember 2025 | 17:00 WIB

Peran orang tua dalam pembentukan generasi berkualitas

Sabtu, 13 Desember 2025 | 17:00 WIB

Lima pinsip dasar perlindungan HAM dalam Islam

Kamis, 11 Desember 2025 | 17:00 WIB

Keutamaan berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketakwaan

Rabu, 10 Desember 2025 | 17:00 WIB

HAM dalam perspektif Islam

Selasa, 9 Desember 2025 | 17:00 WIB

Membangun keluarga samara dalam Al-Quran dan Sunnah

Sabtu, 6 Desember 2025 | 17:00 WIB

Sepuluh sifat istri shalehah pelancar nafkah suami

Kamis, 4 Desember 2025 | 17:00 WIB

Rahasia keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW

Sabtu, 29 November 2025 | 17:00 WIB

Sembilan kekhasan dan keunikan masa remaja

Jumat, 28 November 2025 | 17:00 WIB
X