HARIAN MERAPI - Pembatal pahala amal saleh adalah tindakan atau perilaku yang dapat menghilangkan atau mengurangi pahala dari amal saleh yang telah dilakukan. Berapapun banyaknya amalan seseorang jika didasari dengan pamrih atau ingin dipuji oleh orang lain maka amal tersebut tidak ada pahalanya sama sekali di sisi Allah SWT.
Demikian juga sifat hasad jika masih ada dalam diri kita maka sedekah kita, amal-amal shalih kita yang banyak itu tidak ada nilainya di sisi Allah SWT karena sudah terbakar oleh sifat hasad tersebut.
Maka menjadi sebuah keharusan bagi orang-orang yang beriman untuk memperhatikan amal-amal shalih yang dilakukannya agar tidak terhapus karena berbagai penyakit hati yang merasuki keimanannya.
Pembatal-pembatal pahala amal saleh di antaranya: (1) Riya' (memperlihatkan amal saleh
kepada orang lain): melakukan amal saleh dengan tujuan untuk dipuji atau dilihat oleh orang lain, bukan karena Allah SWT,
(2) Sombong (merasa lebih baik dari orang lain): melakukan amal saleh dengan rasa sombong atau merasa lebih baik dari orang lain, (3) Ujub (merasa bangga dengan amal saleh): melakukan amal saleh dengan rasa bangga atau puas diri sendiri,
(4) Nifaq (berbuat munafik): melakukan amal saleh dengan niat tidak tulus atau hanya untuk menipu orang lain, dan (5) Melakukan amal saleh dengan niat yang tidak tulus: melakukan amal saleh dengan niat yang tidak tulus, seperti untuk mendapatkan pujian atau keuntungan duniawi.
Terdapat banyak dalil dari Al-Quran yang menjelaskan tentang berbagai hal yang dapat
menjadi pembatal amal saleh seseorang; di antaranya:
Baca Juga: Gelar Bhakti Kesehatan, Kodim 0726 Sukoharjo Layani Pengobatan Gratis dan Bagi Sembako Masyarakat
Pertama, orang-orang yang murtad. Firman Allah SWT: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi
Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Namun, menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Fitnah (pemusyrikan dan penindasan) lebih kejam daripada pembunuhan.” Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu jika mereka sanggup. Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah; 2:217).
Kedua, infak karena riya. Firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman, jangan
membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.” (QS. Al-Baqarah; 2:264).
Ketiga, pada hari kiamat setiap manusia akan mempertanggungjawabkan perbuatan masing-
masing. Firman Allah SWT: “(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-
orang yang mengikuti saat mereka (orang-orang yang diikuti) melihat azab, dan (ketika) segala
hubungan antara mereka terputus.” (QS. Al-Baqarah; 2:266).
Keempat, kufur terhadap ayat-ayat Allah. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang
yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar), dan
membunuh manusia yang memerintahkan keadilan, sampaikanlah kepada mereka kabar ‘gembira’ tentang azab yang pedih. Mereka itulah orang-orang yang amalnya sia-sia di dunia dan di akhirat dan tidak ada bagi mereka satu penolong pun.” (QS. Ali Imran; 3:21-22).
Kelima, kufur setelah beriman. Firman Allah SWT: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala
(makanan) yang baik. Makanan (sembelihan) Ahlulkitab itu halal bagimu dan makananmu halal
(juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Ma’idah; 5:5).