NYAWA begitu mudah melayang, seolah tak berharga. Bahkan, boleh dibilang seharga handphone. Begitulah yang tercermin dari peristiwa pembunuhan driver ojek online oleh seorang pemuda pengangguran, BPU (27), warga Kalasan Sleman.
Hanya ingin merampas HP korban, BPU sampai menghabisi nyawa driver ojol, AD (41), warga Kalasan Sleman. Alasannya, ia terlilit utang. Namun, mengapa harus membunuh ?
Korban semula tidak curiga ketika menerima orderan dan menjemput di titik yang ditunjuk korban. Namun, di tengah perjalanan, pelaku meminta AD memilih jalur lain yang relatif sepi.
Tak tahunya, di tempat sepi, di kawasan Dusun Tawang, Tamanmartani Kalasan, itulah korban dihabisi dengan cara sangat keji. Korban ditusuk menggunakan pisau dapur ke bagian perut, namun korban masih sempat melawan hingga pisau terjatuh. Mengetahui hal itu, pelaku mengeluarkan kater yang langsung diayunkan ke bahu dan tangan korban.
Mengetahui korban sudah tak berdaya, pelaku langsung kabur membawa HP milik korban, selanjutnya korban ditolong warga sekitar, namun jiwanya tidak tertolong. Setelah melakukan penyelidikan intensif, polisi berhasil meringkus pelaku di rumahnya tanpa perlawanan. Pelaku mengaku melakukan perampokan karena terbelit utang.
Apa iya, hanya untuk melunasi utang harus membunuh, apalagi hanya dengan merampas HP yang nilainya mungkin tidak seberapa ? Entahlah, mengapa tidak memilih ngemplang utang ketimbang hanya merampas HP dan menghilangkan nyawa orang lain. Sebab, dengan membunuh, apalagi direncanakan, BPU bakal menghuni penjara dalam waktu yang relatif lama. Bahkan, bisa pula yang bersangkutan terancam hukuman mati sebagaimana diatur Pasal 340 KUHP.
Apapun, tindakan BPU sudah direncanakan terlebih dulu. Hal ini terlihat dari tindakan BPU yang telah mempersiapkan pisau dapur dan kater yang sengaja akan digunakan untuk melukai orang lain.
Mungkinkah BPU tidak bermaksud menghilangkan nyawa korbannya ? Bisa saja ia berkilah demikian. Namun, sepatutnya ia menduga bahwa menusukkan pisau ke perut dapat berakibat fatal, berupa kematian.
BPU juga tidak mengenal belas kasihan. Padahal, ada kesempatan yang bersangkutan untuk tidak meneruskan niatnya menghabisi nyawa AD, yakni ketika pisau yang dipegangnya jatuh.
Namun, hal itu justru membuatnya makin beringas, ditunjukkan dengan mengambil kater yang telah disiapkan dari rumah, kemudian menusukkan ke arah korban secara membabi buta. Agaknya, kematian korban memang sudah dikehendaki oleh pelaku. Pelaku layak mendapat hukuman berat, kalau perlu hukuman mati seperti diatur Pasal 340 KUHP. (Hudono)