Bertanam Kebaikan

photo author
- Senin, 16 Desember 2024 | 10:30 WIB
Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi (dok pribadi)
Prof Dr Sudjito Atmoredjo SH MSi (dok pribadi)

Kejujuran masih ada pada sebagian pedagang tertentu, tetapi tak sedikit konsumen dikecewakan, karena kurangnya berat timbangan, kualitas dan kuantitas tak sesuai promosi. Sengketa bisnis pun semakin marak.


Ajaran moralitas-religius berbunyi: “Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur” (HR. Tirmidzi no. 1210 dan Ibnu Majah no. 2146).


Demi keberkahan hidup, yakni kebaikan yang terus bertambah, maka bertanam kebaikan hendaknya menjadi bagian dari pandangan hidup (way of life) setiap orang. Kepada penyelenggara pemerintahan, layak diingatkan bahwa kebijakan publik tidak boleh didegradasikan, didistorsi, ataupun direduksi menjadi kebijakan privat. Politik dinasti, dan praktik netoptisme, dilarang.


Pada ranah pemerintahan, berlaku asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, sehingga penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik, sopan, adil, terhormat dan bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang serta tindakan sewenang-wenang.

Baca Juga: Timnas Kalah Tipis dari Vietnam, Begini Komentar Erick Thohir


Wajib diingat pula bahwa penyelenggara pemerintahan dan rakyat, adalah dua subjek yang terjalin dalam satu-kesatuan. Pada masing-masing, ada hak dan kewajiban yang melekat, dan harus dihormati. Hubungan diantara para pihak, berlangsung sebagai hubungan pansubjektivitas. Artinya, semua pihak wajib memperlakukan pihak lainnya sebagai subjek (pemilik hak dan kewajiban), sekaligus dilarang mengobjekan pihak lain.


Bila dalam kehidupan berbangsa, ada diantara komponen bangsa berlaku dusta, curang, menggunakan kebijakan (policy) dan hukum (regulasi) sebagai alat penindasan, niscaya, hilanglah keberkahan hidup. Buah dari kedustaan itu adalah penderitaan pada mayoritas rakyat jelata.


Idealitasnya, semua pihak bersemangat bertanam kebaikan (berlaku jujur, berlomba dalam beramal saleh). Dari aktivitas mulia ini, dipastikan bangsa dan negara akan memperoleh keberkahan hidup sepanjang masa.


Hidup adalah kesempatan bertanam kebaikan. Dunia adalah hamparan lahan untuk beramal saleh. Tanyakan pada hati-nurani, sudahkah kita bertanam kebaikan untuk negeri ini? Wallahu’alam.

*) Guru Besar pada Sekolah Pascasarjana UGM

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X