Oleh: Sudjito Atmoredjo*
Suatu kehormatan dan kebahagiaan, ketika seorang sahabat datang ke rumah. Dibawakanlah oleh-oleh. Wujudnya bukan harta-benda, melainkan nasihat. Nasihat itu disampaikan melalui bincang-bincang, diskusi, atau dialog.
Katanya, “Kita sudah tidak muda lagi. Hidup dan kehidupan kita, perlu dirawat dan dikelola sesuai zamannya. Zaman telah berubah. Generasi telah berganti. Kita mesti tahu diri”.
Saya tentu setuju sekali dengan pernyataannya itu. Pertanyaannya, “Bagaimana sikap dan perilaku konkret dalam mengelola diri di masa lanjut usia itu?”. Nasihatnya, “Asupi jiwa-raga dengan nutrisi berkualitas tinggi, secara terukur dan teratur. Perbanyak santapan rohani. Kurangi santapan jasmani”.
Dari nasihat singkat dan padat itu, ada dua hal yang kami perdalam bersama, yakni: (1) Merawat diri, dan (2) Nutrisi kehidupan.
Merawat diri, merupakan kewajiban setiap orang. Kondisi prima menjadi dambaan. Kebahagiaan menjadi tujuan. Penderitaan, merupakan pantangan. Demi kebahagiaan nir penderitaan, ada tiga hal yang wajib dijadikan patokan, yakni: hukum, adab, dan ilmu.
Hukum adalah jalan kehidupan. Perjalanan mesti di jalur hukum yang benar dan lapang, Kalaulah, suatu ketika terpaksa mendaki, menurun, berkelok-kelok, hendaknya dijalani dengan sabar. Terus berjalan dalam semangat tinggi.
Begitu banyak, plural, beraneka-ragam jenis dan kualitas hukum di alam dunia ini. Dengan kejernihan kalbu, dan kecerdasan akal, perlu dipilih. Hanya hukum yang benar yang dilalui.
Selainnya, wajib disimpangi. Seperti apa wujud hukum yang benar itu? Hukum yang bersumber pada yang Maha Benar (al-Haq). Hukum-hukum lain sebagai derivasinya, dapat dipilih, sesuai dengan konteks kehidupan masing-masing. Untuk Indonesia, hukum yang benar itu bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Baca Juga: Siap bersinergi, Paguyuban JPSS Bukit Aroma berkomitmen atasi sampah di DIY
Konsistensi pada hukum yang benar, merupakan adab. Itulah bagian utama dari akhlak. Setiap manusia di negeri ini, wajib berupaya menjadi manusia beradab. “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, Sila ke-2, wajib dijadikan sumber inspirasi dalam membuat, melaksanakan, menegakkan hukum. Artinya, setiap manusia wajib menjamin dan dijamin hak dan kebutuhan spiritualitasnya, berupa keadilan.
Keadaban, merupakan realitas dinamis. Kualitas dan akselerasinya, dipengaruhi oleh ilmu. Antara adab dan ilmu terus-menerus berkelindan, saling pengaruh-mempengaruhi secara resiprokal. Kehidupan akan mengalami kemajuan, progresivitas, bila didukung ilmu.
Hakikat ilmu adalah kebenaran. Fungsinya, sebagai lentera dan pemandu kehidupan. Kehidupan manusia, akan bahagia, jauh dari penderitaan, bila oritentasinya pada kebenaran, dan dikelola berdasarkan ilmu.