Dari sini, muncullah oligarki yang memiliki pos-pos penting untuk mendukung proses demokrasi. Adu kekuatan dan kekuasaan berbasis penguatan supply logistik menjadikan polarisasi semakin menguat, sehingga pengamanan selanjutnya adalah menyediakan pos-pos kekuasaan melalui jaring keluarga.
Baca Juga: Anies-Muhaimin akan bertanding dengan kompetitif dalam Pilpres 2024, begini kata Sekjen PKS
Menurut Lord Acton, bahwa kekuasaan cenderung disalahgunakan mungkin hari ini mengalami sedikit perbedaan tafsir.
Dalam bentuk negara hukum seperti Indonesia, setiap bentuk kekuasaan apapun akan termonitoring dengan mendasarkan pada sistem hukum yang berlaku, namun satu hal bahwa kekuasaan adalah privilege yang harus benar-benar dimaksimalkan.
Jaring keluarga sebagai pengaman kekuasaan kemudian dilegitimasi secara formal prosedural melalui sistem demokrasi dengan jabatan politiknya.
Oleh karenanya, dalam konteks ini, seharusnya masyarakat tidak perlu heran jika pola oligarki sudah out of date, yang up to date adalah pola dinasti.
Politik Dinasti dan Masa Depan Demokrasi Indonesia
Jangan heran jika demokrasi Indonesia yang melahirkan politik dinasti, demokrasi di Jerman bahkan pernah melahirkan fasis dengan melegitimasi Adolf Hitler menjadi mein Fuhrer.
Baca Juga: Benarkah Khofifah bergabung dalam TPN Ganjar-Mahfud, begini penjelasan Masinton
Artinya, selama sistem mengakomodir maka setiap bentuk kemungkinan akan bisa terjadi.
Munculnya fenomena Jokowi yang terkesan membangun dinasti politik pun kemungkinan akan menjadi trendsetter di masa yang akan datang, hari ini banyak orang menghujat namun akan banyak yang berfikir 'ternyata bisa ya membangun dinasti politik seperti itu'.
Secara etika, demokrasi yang mendorong sikap fair play maka gejala ini jelas tidak mendorong kearah yang benar, bertentangan dengan prinsip demokrasi itu sendiri.
Namun, jika kapasitas politik nantinya teruji maka hal ini akan terlegitimasi dengan sendirinya oleh waktu, bukankah politik dinasti didaerah juga sudah banyak menggurita selama ini.
Baca Juga: Gibran belum juga kembalikan KTA PDIP, Masinton Pasaribu tak persoalkan, ini alasannya
Masa depan politik Indonesia akan ditentukan oleh dua faktor utama, yakni : a) peran partai politik; dan b) tindakan tokoh politik hari ini.