Apakah Pancasila Sakti?

photo author
- Selasa, 3 Oktober 2023 | 13:50 WIB
Ilham Yuli Isdiyanto SH MH. (Dok pribadi)
Ilham Yuli Isdiyanto SH MH. (Dok pribadi)

Kritik ini kemudian ditentang oleh Notonegoro dengan menyebutkan bahwa Pancasila adalah mono-pluralisme, di dalamnya sudah inheren bukan dipisah-pisahkan.

Baca Juga: Pertamina Catat Program BBM Satu Harga Meluas hingga 472 Lokasi 3T

Kesalahan Sutan Takdi Alisjahbana adalah menempatkan sila-silanya secara mandiri, bukan sebagai satu kesatuan.

Menempatkan Pancasila sebagai satu kesatuan berarti semua silanya saling menyifati, satu sisi hal ini menjadi lebih baik namun di sisi lain lebih sulit lagi.

Kuntowijoyo dalam hal ini menawarkan radikalisasi Pancasila yakni bagaimana merevolusi gagasan yang diukur dalam tiga kriteria, yakni: konsistensi, koherensi, dan korespodensi.

Pancasila tidak hidup dalam ruang hampa, ia harus hidup dalam setiap sendi kehidupan.

Baca Juga: Ini Metode Kampanye yang Berpotensi Menimbulkan Pergerakan Massa

Pancasila akan kehilangan kesaktian bukan karena tindakan-tindakan seperti pada gerakan pemberontakan layaknya Gerakan 30 September 1965, namun akan kehilangan kesaktiannya saat ia tidak bisa terkatualisasi dalam penyelenggaraan negara.

Langkah radikalisasi ala Kuntowijoyo adalah tahap awal, sehingga sebagai ideologi terbuka Pancasila mampu diturunkan ke dalam berbagai bentuk kebijakan atau aktualisasi.

Bentuk aktualisasi yang selama ini tidak berhasil kemudian diberikan konsep baru melalui proses radikalisasi.

Pasca radikalisasi maka langkah selanjutnya adalah reaktualisasi, yakni bagaimana dengan gagasan baru yang lebih aktif terhadap Pancasila maka proses aktualisasi juga dikonsepkan ulang dengan lebih massif.

Baca Juga: Marak Perundungan di Kalangan Pelajar, Polres Sukoharjo Tingkatkan Police Go To School

Kasus korupsi yang masih tinggi, kemiskinan, maupun lemahnya perlindungan terhadap kaum marjinal adalah berbagai problem yang harus diselesaikan melalui reaktualisasi Pancasila.

Pancasila harus mampu “membumi” dengan menjadi salah satu barometer yang mudah, seperti banyaknya diskon terhadap kasus korupsi haruslah mampu untuk dikontektualisasikan dengan Pancasila, apakah konsisten dan koheren? Jika hal ini saja tidak bisa dilakukan, bagaimana Pancasila mampu menunjukkan kesaktiannya?

Terakhir, pandangan Sudjiwo Tedjo (16/12/2020) di Indonesia Lawyer Club yang meragukan Pancasila karena banyaknya problem bangsa seperti korupsi, kemiskinan, kecurangan dalam pemilihan umum dan lain sebagainya seharusnya menjadi warning serius akibat komitmen berPancasila dalam penyelenggaraan negara yang semakin menurun. Salam Pancasila. *

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Husein Effendi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X