HARIAN MERAPI - Acara bertajuk Progo Sarang Art Fest 2024 dilaksanakan selama empat hari di Bendo, Trimurti, Srandakan, Bantul, Kamis hingga Minggu (24-27/10/2024). Acara serupa pernah pula digelar setahun lalu.
Menurut Dukuh Bendo, Partono, digelarnya Progo Sarang Art Fest 2024 antara lain sebagai salah satu wujud melestarikan budaya Jawa, misalnya sarang atau sebuah wadah makanan yang terbuat dari daun kelapa muda.
Setelah dianyam sedemikian rupa, sehingga membentuk seperti keranjang. Saat digelar Umbul Donga (doa bersama) dalam rangkaian Progo Sarang Art Fest 2024, ada makanan yang diberikan kepada peserta Umbul Donga dengan wadahnya berupa sarang.
Baca Juga: Karyawan Diminta Tenang, PT Sritex Akui Pailit Putusan Pengadilan Niaga Semarang, Ini Alasannya
Pejabat yang hadir dalam Umbul Donga dengan tema, Gumbregah Nyawidji Anggayuh Mukti, antara lain ada perwakilan dari Dinas Pariwisata Bantul, panewu Srandakan dan lurah Trimurti. Ada juga para sesepuh dan tokoh budaya desa, pegiat dan pelestari budaya asal Bendo.
“Usai Umbul Donga lalu ada Sarasehan Budaya, antara lain untuk mengingat kembali sejarah padukuhan Bendo maupun kalurahan Trimurti dan sekitarnya,” ungkap Partono.
Sarasehan budaya dibuka dengan menampilkan Nurdin, salah satu keturunan cikal bakal Bendo. Nurdin menceritakan kisah cikal bakal dan sejarah terjadinya Bendo. Bahkan muncul pula, cerita seputar tokoh Kyai Srondoko dan Nyai Bendo yang kemudian membuka desa hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di Bendo.
Selain itu, ada pula peluncuran dan bedah buku tentang cerita sejarah kebudayaan Kali Progo yang berjudul Perahu Getek Kali Progo Segara karya Dwi Ony Raharjo.
Baca Juga: Dua Terduga Pelaku Penusukan Santri di Prawirotaman Diringkus Satreskrim Polresta Yogyakarta
Saat bedah buku, Ony antara lain bercerita tentang perahu getek yang pernah berjaya di perairan Kali Progo. Perahu getek sebagai sebuah mahakarya nenek moyang yang mempunyai sejarah cukup panjang sejak ribuan tahun yang lalu.
“Dengan pengetahuan serta kearifan lokal memanfaatkan sumber daya alam yang ada, nenek moyang kita telah berhasil menciptakan sebuah transportasi air yang mempunyai stabilitas tinggi, dengan kecepatan tak kalah dengan perahu, serta mempunyai daya muat lebih besar dari perahu biasa,” terangnya.
Dalam kesempatan bedah buku pula, arkeolog Goenawan A. Sambodo banyak pula membahas seputar aktivitas perekonomian terkait dengan perdagangan yang tercipta antar wilayah dengan menggunakan perahu getek.
Baca Juga: Kelompok Petani Durian di Pekalongan Makin Berkembang Berkat Pemberdayaan BRI
Menurutnya, aktivitas perekonimian seperti di pasar tradisional di sekitar Kali Progo, seringkali berpatokan pada hari Jawa, seperti Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Dari hari-hari besar pasaran tersebut, dapat dilacak pemetaan lokasi pusat perdagangannya, sehingga diharapkan akan berimbas pada kemajuan perekonomian modern saat ini.