HARIAN MERAPI – Pentas atau pagelaran wayang kulit dengan menghadirkan dua dalang, baru-baru ini digelar di kawasan Pleret Bantul.
Dua dalang wayang kulit tersebut berasal dari Bantul, yaitu Ki Drs Sigit Manggolo Seputro dengan putrinya, Ni Rizki Rahma Nurwahyuni SPd.
Masyarakat luas dari berbagai tempat, mayoritas dari Bantul, antusias menonton pentas wayang kulit tersebut. Baik saat dalang pertama (pemucuk), Ni Rizki maupun dalang kedua, Ki Sigit MS.
Menurut Ni Rizki, dalam pagelaran wayang kulit tersebut, ia menampilkan lakon Wahyu Cakraningrat dengan durasi sekitar 45 menit. Lakon ini secara garis besar bercerita tentang Raden Abimanyu (putra Raden Janoko).
“Endingnya, Raden Abimanyu mendapatkan Wahyu Cakraningrat serta menjalankan amanah pemimpin dengan baik. Sebelum mendapat wahyu tersebut, saat lahir juga telah mendapat Wahyu Widayat atau wahyu wiji ratu,” papar Ni Rizki.
Dengan lakon tersebut diharapkan pula dapat memberikan makna, seorang pemimpin harus bisa mengerti dan mendengar suara rakyat. Artinya pula harus bisa dekat dengan rakyat.
Sedangkan lakon Wahyu Katentraman, menurut Ki Sigit Manggolo, antara lain ada cerita, para Punakawan yang mengikuti Raden Abimanyu sowan ke Begawan Abiyasa bermaksud menanyakan kepergian Semar.
Baca Juga: Seleksi Pemain Timnas U-16 Gelombang Pertama Tuntas, Nova Arianto Panggil 32 Pemain Gelombang Kedua
Disarankan oleh Abiyasa agar Abimanyu berguru pada Begawan Ekobawono yang telah menjadi raja di Astina. Mereka pun lalu berangkat menuju Astina
Saat melewati hutan bertemu dengan Bala Buta Negri Ngawangtejo, terjadi pertempuran dan dimenangkan oleh Abimanyu. Lalu saat di Mandalamulya, Begawan Sukmaningrat memberikan wejangan kepada Begawan Ekobawono.
Sukmaningrat menitipkan Wahyu Katentrenan kepada Ekobawono agar disampaikan kepada Pandawa. Ekobawono pun kembali ke Astina dan setelah sampai, Pandawa yang menjadi wakilnya para Kurawa bermaksud mengusir Ekobawono.
Baca Juga: Pengawas Pemilu di Bawen Ditemukan Gantung Diri oleh Anaknya yang Berusia 5 Tahun
Namun, akhirnya justru berbalik menjadi murid Ekobawono dan Ekobawono setelah dibacakan makna Jamus Kalimasada, akhirnya berubah wujud aslinya, yaitu Semar.