Kelangkaan Beras Jelang Gerakan 30 September 1965 di Yogyakarta, Pemerintah Keluarkan Berbagai Kebijakan

photo author
- Jumat, 1 Oktober 2021 | 08:00 WIB
Ilustrasi – Petani padi di kaki gunung Sumbing Desa Tembarak Kecamatan Tembarak Temanggung memanen padi. Pemerintah keluarkan berbagai kebijakan untuk peningkatan produktifitas padi sehingga tidak terjadi kelangkaan beras. (Foto: Arif Zaini Arrosyid)
Ilustrasi – Petani padi di kaki gunung Sumbing Desa Tembarak Kecamatan Tembarak Temanggung memanen padi. Pemerintah keluarkan berbagai kebijakan untuk peningkatan produktifitas padi sehingga tidak terjadi kelangkaan beras. (Foto: Arif Zaini Arrosyid)

harianmerapi.com - Menjelang Gerakan 30 September 1965, terjadi kelangkaan beras yang mengakibatkan harga mengalami kenaikkan yang luar biasa. Hal sama terjadi di Yogyakarta.

Pemerintah lantas mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi kelangkaan beras. Agar kenaikkan beras yang luar biasa itu bisa kembali turun. Selain itu masyarakat mudah mendapatkan dan mengkonsumsi beras.

Akibat kelangkaan beras, beras menjadi makanan yang istimewa dan tidak setiap hari orang bisa merasakannya. Dalam seminggu, dua atau tiga hari saja orang memakan beras, selebihnya mereka mengonsumsi makanan lainnya yang gizinya lebih rendah dan murah, seperti tiwul dan gogek.

Baca Juga: Kesaktian Syekh Maulana 3: Mimpi Bertemu Suami Istri Penunggu Alas Roban

Kondisi masyarakat yang menyedihkan tersebut dialami pula oleh mahasiswa. Mereka juga mengonsumsi tiwul atau nasi dengan kualitas yang sangat jelek. Kondisi ini akan semakin parah apa bila wesel atau kiriman uang dari orang tua terlambat diterima oleh mahasiswa.

Di tahun 1964 harga beras telah Rp153,88 hingga Rp186,10, sedangkan harga beras pada 1965 telah mencapai Rp543,40 sampai Rp603,30.

Sangat beda dengan harga beras pada 1965, beras giling antara Rp3,25 sampai Rp4,0 rupiah. Dapat dibandingkan ada kenaikkan harga beras yang sangat tinggi.

Baca Juga: Tumbal Pesugihan Monyet 3: Rantai Besi Melilit Anak-anak yang Dijadikan Budak

Dalam mengatasi kelangkaan beras ini, pemerintah nasional sejak tahun 1957 telah melakukan droping beras dan mendistribusikanberas dari daerah surplus ke daerah minus untuk menjaga stabilitas harga.

Julianto Ibrahim dalam buku ‘Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional’ bagian II Konflik Lokal yang diterbitkan Buku Obor tahun 2012, menggambarkan droping beras dengan harga yang relatif murah ini menyebabkan pusat-pusat penyedia beras dari pemerintah diserbu masyarakat, akibatkan terjadi antrian panjang.

Masyarakat yang ingin mendapatkan beras harus antri berjam-jam dan hanya diperbolehkan membeli 1 sampai 2 kilogram saja. Antrian ini kadang menimbulkan kekacauan karena beras telah habis. Sedangkan antrean masih panjang.

 Baca Juga: Bagaimana Membangun Keluarga yang Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah?

Ada warga yang curang dengan menyertakan anggota keluarga agar mendapat beras lebih banyak. Ada pula yang menjual lagi beras yang didapat dengan harga yang lebih tinggi.

Antrian panjang antara lain terjadi di jalan Mataram, Suryowijayan Ratmakan, Jogonegaran dan Lempuyangan. Di Gunung Kidul antrean serupa juga terjadi.

Pada akhir tahun 1957, pemerintah DIY mengeluarkan intruksi kepada Jawatan Perekonomian Daerah untuk melaksanakan injeksi beras bagi Kotapraja Yogyakarta dengan dasar-dasar sebagai berikut:

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

KPK OTT Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang

Jumat, 19 Desember 2025 | 06:00 WIB
X