HARIAN MERAPI - Mantan Bendahara Pengurus PMI Kota Yogyakarta masa bakti tahun 2016-2021, AGB keberatan dengan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Rochmanto Nugroho SH dkk yang menyatakan dirinya tidak pernah melakukan korupsi keuangan PMI Kota Yogyakarta sekitar Rp 21,9 miliar lebih.
"Kami selaku penasihat hukum keberatan atas dakwaan yang dibacakan oleh penuntut umum tanggal 13 Juni 2024. Atas dakwaan tersebut kami mengajukan eksepsi atau keberatan dengan alasan dakwaan JPU kabur /tidak jelas (obscuur libel) dan kewenangan absolut ," ujar advokat Sulis Diyanto SH MH didampingi Riskiillah Wisnu Mulia SH MH, Irfan Nur Fahmi SH serta asisten dvokat Hanif Sakha’ Kusuma SH dan Meita Dwi Asyfa SH dari Kantor Hukum Janabadra Legal Center kepada wartawan usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogya, Kamis (20/6/2024).
Tim penasihat hukum dari ABG menyatakan dakwaan JPU tidak menjelaskan secara pasti, rinci dan jelas mengenai kerugian PMI Kota Yogyakarta sebagai kerugian keuangan negara.
Namun di dalam dakwaan penuntut umum hanya menyebutkan mengenai jumlah total pengeluaran uang sebesar Rp 118,3 miliar dikurangi operasional Rp 6,5 miliar dan pengeluaran UDD Rp 88,9 miliar.
Dari jumlah tersebut terdapat selisih pengeluaran uang sebesar Rp 22,8 miliar berdasarkan catatan keuangan penarikan cek 9 rekening bank milik PMI Kota Yogyakarta dikurangi catatan keuangan saksi Yanu Wahrinta kemudian JPU menyatakan uang sebesar Rp 21,9 miliar diduga sebagai kerugian PMI Kota Yogyakarta.
Berdasarkan uraian tersebut, tim penasihat hukum berpendapat meski penuntut umum berperan penting dalam penuntutan kasus yang melibatkan kerugian negara, namun kewenangan untuk menentukan secara pasti besaran kerugian negara menjadi kewenangan mutlak lembaga audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagaimana tugas dan tanggung jawab tersebut di tetapkan dalam undang-undang.
Seharusnya Jaksa Penuntut Umum dalam menyatakan kerugian negara wajib menggunakan hasil audit atau laporan dari lembaga-lembaga tersebut diatas dan bukan berdasarkan keterangan saksi Yanu Wahrinta maupun hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari jaksa penyidik.
Sebagaimana diketahui jaksa bukanlah auditor negara sebagaimana didalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Di dakwaan JPU, dalam menentukan kerugian negara telah kabur karena tidak mencantumkan rincian kerugian negara dari hasil perhitungan BPK dan/atau BPKP.
Sehingga dakwaan harus dinyatakan kabur (obscuur libel) dan batal demi hukum (van rechtswegenietig).
Baca Juga: Korupsi Dana PBB Ratusan Juta, Kadus Keyongan, Nogosari Mangkir Panggilan Kejari Boyolali
Hal ini menunjukkan JPU kurang teliti, tidak jelas dan tidak cermat dalam merumuskan dakwaan.