Mahasiswi Teknik Lingkungan UII Teliti Kualitas Udara Kala Pandemi, Polusi, dan Upaya Restorasi Bumi

photo author
- Jumat, 10 Oktober 2025 | 14:50 WIB
Reza Mella Sari, mahasiswi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (UII). (Foto: Dok. Istimewa)
Reza Mella Sari, mahasiswi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (UII). (Foto: Dok. Istimewa)

HARIAN MERAPI - Pandemi Covid-19 yang sempat melumpuhkan aktivitas manusia di seluruh dunia ternyata memberi hikmah bagi alam. Langit menjadi lebih biru, udara terasa lebih segar, dan bumi seakan beristirahat dari tekanan aktivitas manusia.

Fenomena inilah yang menarik perhatian Reza Mella Sari, mahasiswi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (UII), untuk meneliti perubahan kualitas udara di wilayah perkotaan Yogyakarta.

Dalam tugas akhirnya berjudul 'Analisis Spasiotemporal Kualitas Udara Ambien Sebelum, Saat, dan Sesudah Pandemi Covid-19 di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman', Reza menganalisis data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dari tahun 2019-2023.

Baca Juga: Hasil Penelitian Mahasiswi Teknik Lingkungan UII: Mikroplastik Ditemukan dalam Air Tanah Pesisir Parangtritis

Penelitian ini dibimbing oleh Prof. Dr.-Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc. dan Adam Rus Nugroho, S.T., M.T., Ph.D., serta diuji oleh Ana Uswatun Hasanah, S.Si., M.T.. Pendadaran dilakukan pada 11 Agustus 2025 di Kampus UII Jl. Kaliurang, Sleman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi karbon monoksida (CO) menurun secara signifikan selama pandemi karena terbatasnya mobilitas dan aktivitas transportasi. Namun setelah pandemi berakhir, PM₁₀ meningkat kembali, terutama di kawasan padat transportasi seperti Condongcatur dan Gondokusuman. Polutan ozon (O₃) relatif stabil antarperiode karena sifatnya sebagai polutan sekunder hasil reaksi fotokimia di atmosfer.

Selain analisis temporal, Reza juga memetakan distribusi SO₂ dan NO₂ secara spasial menggunakan metode Inverse Distance Weighting (IDW) di perangkat lunak QGIS. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara wilayah perkotaan dan peri-urban, di mana aktivitas transportasi dan industri menjadi kontributor utama pencemaran udara.

Baca Juga: UWM Resmi Luncurkan Program Magister Manajemen, Unggulkan Manajemen Bisnis Pariwisata dan Keuangan

Temuan ini sejalan dengan laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK, 2022) yang mencatat bahwa selama pandemi, kota-kota besar Indonesia mengalami peningkatan kualitas udara rata-rata 30-45%. Di Jakarta, konsentrasi PM₂.₅ turun hingga 45%, sedangkan di Surabaya dan Bandung penurunan NO₂ mencapai 25-30%. Namun, setelah pembatasan sosial dicabut, kadar polutan kembali meningkat seiring kebangkitan ekonomi dan mobilitas masyarakat.

Kondisi serupa terjadi di berbagai kota dunia. Beijing dan New Delhi sempat mencatat kualitas udara terbaik dalam satu dekade saat lockdown (Kumari & Toshniwal, 2020), tetapi pada tahun 2023, World Air Quality Report kembali menempatkan kota-kota Asia sebagai wilayah dengan indeks polusi tertinggi di dunia. Fenomena ini membuktikan bahwa efek “penyembuhan bumi” akibat pandemi hanya bersifat sementara.

Baca Juga: Rektor Paramadina: Hukum yang Buruk Bisa Menghancurkan Ekonomi Nasional

Menariknya, penelitian Reza sejalan dengan gagasan Prof. Widodo Brontowiyono dalam bukunya 'Restorasi Bumi: Hikmah Covid-19' (2021). Dalam buku tersebut, Prof. Widodo menulis bahwa pandemi adalah momen reflektif bagi umat manusia untuk menata ulang relasi dengan alam.

Ia menegaskan, “Bumi tidak butuh manusia, tetapi manusialah yang membutuhkan bumi. Pandemi hanyalah cara alam mengingatkan kita agar lebih rendah hati terhadap ciptaan Tuhan.”

Baca Juga: Megawati Tanam Pohon Bodhi di Halaman Balairung UGM, Sarat Makna Religius dan Filosofis

“Penelitian ini menjadi bukti ilmiah dari hikmah yang tertulis dalam buku tersebut,” ujar Prof. Widodo. “Ketika aktivitas manusia menurun, alam cenderung menurun juga bebannya, bahkan bisa "beristirahat"; dan ketika manusia kembali abai, bumi kembali sesak.”

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X