Kemiskinan hingga ketidakadilan dapat menjadi faktor munculnya gerakan terorisme

photo author
- Kamis, 27 Oktober 2022 | 10:50 WIB
Paryanto (tengah) berfoto bersama dengan para penguji sidang doktornya dalam ujian sidang doktor terbuka prodi Doktor Politik Islam pascasarjana UMY.  (Foto: Dok BHP UMY)
Paryanto (tengah) berfoto bersama dengan para penguji sidang doktornya dalam ujian sidang doktor terbuka prodi Doktor Politik Islam pascasarjana UMY. (Foto: Dok BHP UMY)

HARIAN MERAPI – Indonesia memiliki sejarah panjang dalam kaitannya dengan gerakan ektremis dan teroris yang mengancam keamanan dan kedaulatan negara.

Fenomena terorisme bahkan telah beberapa kali mengguncang keamanan negara, dan puncak fenomenalnya ketika terjadi peristiwa bom Bali. Sehingga isu terorisme memang sangat menarik untuk dikupas.

Hal tersebut diungkap Dosen Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY), Paryanto, saat menyampaikan hasil penelitian disertasinya dalam Sidang Doktor Terbuka Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), baru-baru ini.

Baca Juga: Peringatan 20 tahun Bom Bali yang menewaskan 202 orang, Kapolri ingatkan ancaman terorisme

Selain itu Paryanto menjelaskan, isu terorisme memang sangat menarik untuk dikupas habis. Suatu hal disyukuri, hasil penelitian dengan mengangkat topik Kebijakan Penanggulangan Terorisme di Indonesia Tahun 2009-2018 berhasil mengantarkannya memperoleh gelar Doktor.

Menurut Paryanto, munculnya gerakan terorisme disebabkan karena adanya faktor kondisi ketakberdayaan para pelakunya dan tersumbatnya saluran ekspresi dan aktualisasi.

“Hal ini disebabkan faktor kemiskinan, tidak efektifnya manajemen publik serta ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik,” paparnya.

Baca Juga: Bukti cinta Tanah Air, 75 mantan napi terorisme gelar upacara peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan RI

Ditambahkan Paryanto, kebijakan pemerintah Indonesia dalam penanggulangan terorisme dipetakan menjadi dua ranah kebijakan, yaitu kebijakan penegakan hukum (hard approach) dan kebijakan berbasis ideologi (soft approach).

Sedangkan pemberantasan terorisme di Indonesia, menurutnya, membutuhkan kebijakan yang menyeluruh dan ditopang dengan kesadaran untuk melihat fenomena terorisme dalam pandangan yang multiperspektif.

“Media masa juga memiliki peran penting dalam menghadapi kasus ini,” tandasnya.

Dijelaskan Paryanto, dalam kasus terorisme, media massa memainkan peran penting dalam upaya mengurangi ancaman terorisme melalui peliputan dan pemberitaannya.

Baca Juga: Jakarta akan tetap eksis meski Ibu Kota dipindah, Andrinof Chaniago: kesempatan menata kemacetan hingga banjir

“Hal ini karena media massa merupakan alat dan instrument yang strategis dalam memproduksi dan menyebarkan ideologi, keyakinan, budaya dan nilai tertentu termasuk nilai- nilai kedamaian,” urai Paryanto yang juga sebagai Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Keislaman UCY.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sutriono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X