Baca Juga: Tasya Kamila Mengaku Jadi IbuBaru di Masa Pandemi itu Penuh Tantangan
“Saya pulang dari pasar dan tahu ada polisi masuk ke desa, karena takut memilih tidak keluar, saya berdiam di rumah,” katanya.
Namun, pada Selasa siang, sejumlah orang berpakaian bebas yang ia duga adalah polisi, masuk ke dalam rumah.
“Saya dibawa oleh mereka, awalnya ke TK Desa Wadas, lalu dipindah ke Polsek Bener dan Polres Purworejo. Di polres, saya tidur semalam di masjid,” ungkapnya.
Warga lain, Mukti mengaku tidak setuju dengan pernyataan yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyebutkan tidak ada kerusuhan di sana (Wadas), situasi tenang-tenang saja.
Baca Juga: Rencana Menikah Bulan Maret, Hyun Bin dan Son Ye Jin Banjir Dukungan, Kedubes Swiss Tawarkan Ini
“Bisa dilihat, masyarakat yang ada, jumlahnya 60-an, bisa cerita pengalaman waktu ditahan seperti apa,” tegasnya.
“Konon katanya mau mengukur tanah, tapi kok bawa anjing pelacak, polisi dari Polda Jateng,” tambahnya.
Menurutnya, pasca penangkapan warga penolak trauma khususnya para perempuan.
“Kami warga Wadas merasakan betul dampak dari peristiwa kemarin,” ucapnya.
Baca Juga: Dinilai Tak Transparan, Aliansi Perubahan Rajek Lor Tuntut Reformasi Kepemimpinan
Selain membahas tentang peristiwa tanggal 8 Februari 2022, staf KSP juga bertanya tentang alasan warga menolak tambang kuari di Desa Wadas.
Mukti menambahkan, warga menolak kuari karena tidak sudi menjual tanah yang merupakan warisan leluhur.
Tanah tersebut juga menjadi sumber mata pencaharian utama warga.
“Kami juga menolak karena tidak sudi hidup berdampingan dengan lingkungan yang rusak,” tegasnya.
