Warga penolak, katanya, menggantungkan mata pencaharian dari tanah yang mereka olah di bukit Desa Wadas.
“Jadi mau diganti berapa pun nilainya, sampai kapan pun kami akan tetap menolak,” tegasnya.
Bahkan ketika anggota DPR Arsul Sani menyampaikan opsi menjual batu dan tanahnya dikembalikan lagi kepada pemiliknya, mereka tegas menolak.
Baca Juga: Kapolda Jateng Pastkan Tidak Mengerahkan Ribuan Polisi ke Wadas
“Tidak, pokoknya apa aja tidak,” tegas Hamidah.
“Kami juga memikirkan dampak bencana yang bisa saja terjadi dan menimpa rumah tempat tinggal jika tambang tetap dibuka," ujarnya.
Anggota DPR lain, Nasir Jamil juga mengkonfirmasi kepada warga terkait rencana lahan bekas tambang yang kelak akan direklamasi.
“Selama ini pernah mendengar tidak, bahwa setelah batu diambil tempat itu akan dijadikan ini atau itu? Pernah dengan tidak? Untuk apa?” tanya politisi PKS itu.
“Pernah, pernah dengar, katanya untuk pariwisata, tapi kan tempat wisata seperti itu di tempat lain kan sudah banyak,” tutur perempuan lain, Amiyati.
“Kita itu tidak menolak Bendungan Beneri, kami mendukung, tapi yang kami tolak adalah kuarinya,” tambahnya.
Ia menyebutkan jika mengengar informasi masih ada alternatif tempat lain yang bisa diambil.
“Katanya ada yang boleh, desa mana itu saya tidak mau sebut, tapi mengapa harus di Desa Wadas,” tegasnya.
“Sama mau klarifikasi, di berita katanya cuma 25 yang menolak, itu bohong,” ucapnya.
“Pokoknya, cabut Izin Penetapan Lokasi (IPL), biar kita hidup tenang,” tambahnya.
Rombongan juga bertemu dengan Ahmad Ardiyanto, pemuda penolak tambang yang ikut diamankan polisi ketika istigasah, Selasa 8 Februari 2022.
