harianmerapi.com - Kawin suntik sering disebut pula inseminasi buatan (IB), yaitu teknik perkawinan buatan dilakukan manusia dengan menggunakan alat-alat bantu buatan manusia.
Menurut staf pengajar Program Studi Peternakan Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana (UMBY), Ir Setyo Utomo MP, kawin suntik mulai dikenalkan di Indonesia pada 1954 oleh Prof B Seit.
Umumnya banyak diterapkan pada ternak sapi. Namun, sebenarnya bisa juga diterapkan pada domba, kambing, kuda dan kerbau. Bahkan, bisa juga dilakukan pada ayam, itik dan beberapa jenis satwa lain.
Baca Juga: Ratusan Sapi PO dan Kambing PE Ramaikan Kontes Ternak Kulon Progo
“Tujuan kawin suntik yaitu untuk mendapatkan keturunan yang lebih baik dari indukannya. Jadi dalam kawin suntik biasa menggunakan pejantan unggul hasil pembibitan,” jelasnya, baru-baru ini.
Ditambahkan Setyo, kawin suntik sebenarnya ada kesamaan dengan kawin alami, yaitu bertujuan untuk menyampaikan benih jantan (sperma) kedalam saluran reproduksi ternak betina untuk selanjutnya mengadakan pembuahan di dalam saluran kelamin betina. Setelah itu bunting, dan akhirnya menghasilkan anakan.
Bedanya pada kawin alami dilakukan langsung oleh pejantan, sedangkan kawin suntik dilakukan oleh manusia dengan menggunakan alat bantu buatan manusia dengan sperma yang sudah diproses.
“Di sinilah letak beda prinsip, pada kawin alami bisa sangat terbatas penggunaan pejantannya. Sedangkan pada kawin buatan, kita bisa memilih sperma-sperma yang berasal dari pejantan-pejantan unggul,” tandas Setyo.
Adanya program kawin buatan yang sudah dicanangkan khususnya pada sapi di Indonesia sejak tahun 1972 ini sangat menguntungkan, karena kita bisa menghasilkan turunan-turunan ternak yang berkualitas secara genetic (unggul).
Pejantan ini memiliki keunggulan genetic tertentu misalnya produksi susu, daging maupun telur yang tinggi, memiliki karakteristik tertentu yang diharapkan diturunkan pada anakannya.
“Biasanya kawin suntik yang sudah lazim dilaksanakan adalah pada ternak sapi, yaitu untuk menghasilkan anakan sapi yang lebih baik dari induknya,” tandas Setyo.*