Baca Juga: Wakil Ketua MPR Ingatkan Generasi Muda Harus Pandai Gunakan Medsos di Tengah Informasi Hoaks
Putaran pertama festival pada 21 Mei 2021 di sumber air Tlompak Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kabupaten Magelang, putaran kedua pada 29 Agustus 2021 di areal persawahan padi Dusun Sudimoro, Desa Baleagung, Kecamatan Grabag.
Putaran ketiga pada 12 September 2021 Sungai Gendu Dusun Warangan, Desa Muneng Warangan, Kecamatan Pakis, putaran keempat pada 29 September 2021 di Studio Mendut, Kelurahan Mendut, Kecamatan Mungkid.
Dalam festival putaran kelima di Dusun Mantran Wetan, para seniman selain melakukan performa seni, juga menyuguhkan tembang jawa dan kidung doa.
Penyair KLG Haris Kertorahardjo membacakan puisi panjang karyanya dengan judul "Matematika Air Desa" diiringi gamelan ditabuh seniman Sanggar Andong Jinawi. Para seniman juga membawakan tarian jaran kepang berkolaborasi dengan para seniman melakukan performa seni. Iringan gamelan menyemarakkan seluruh perhelatan.
Kades Girirejo Slamet Riyadi mengatakan melalui Komunitas Lima Gunung dengan festivalnya, masyarakat desa bisa menjadi inspirasi bagi kehidupan bersama dalam berbagai situasi, termasuk pandemi.
Ia menyebut semangat berkesenian tetap hidup dalam masyarakat desa meskipun situasi pandemi COVID-19, karena nilai-nilai hidup berkesenian mewujudkan kehidupan warga yang guyup rukun, kebersamaan, dan gotong royong.
Baca Juga: Tips Menggunakan Wajan Agar Tidak Lengket dan Gosong Saat Menggoreng
"COVID-19 ini sungguh ada dan situasi tidak menentu, tetapi masyarakat desa tetap menghidupi gotong royong, kebersamaan, dan tarian-tarian dalam festival ini menjadi doa bersama. Desa menjadi makmur karena disediakan segalanya," katanya.
Budayawan Sutanto Mendut menyebut lahan hortikultura untuk penyelenggaraan Festival Lima Gunung sebagai "panggung rahmatan lil alamin".
"Karena pandemi, ide sederhananya pentas pakai mantra desa. Ini bagian disrupsi, banyak sektor kehidupan bingung, tetapi desa tetap rendah hati, sehingga terjadi festival di lahan sayuran, desa tetap bersyukur dalam situasi apapun, termasuk pandemi, karena beroleh rahmat lingkungan alam dan gunung untuk kehidupan," katanya.
Baca Juga: Puluhan Bus dan Mobil Wisatawan yang Akan ke Objek Wisata di Gunungkiul Tertahan di Pos TPR Tepus
Muhammad Nafi mengemukakan disrupsi bukan hanya ada dalam kaitan dengan perkembangan media di era digital saat ini, akan tetapi juga ada dalam kenyataan keseharian.
"Seperti dalam festival ini, dalam pertanian, ada fase pergantian tanam, lalu digunakan untuk kegiatan ini. Kebaruan terus-menerus di KLG menjadi contoh, ketika dari fase ke fase lain, bisa menjadi baik dan tidak baik, atau tidak jadi apa-apa, ya hanya berlalu saja," katanya.*