GUNUNGKIDUL, harianmerapi.com – Desa wisata (Dewita) Putat, Patuk, Gunungkidul memiliki banyak potensi wisata yang bisa terus dikembangkan dan bisa bersinergi dengan berbagai pihak.
Apalagi Dewita Putat sudah banyak dikenal wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga sangat disayangkan jika pengembangan Dewita setempat masih terhambat dan kurang memperhatikan karakteristik yang ada di kawasan tersebut.
Ditambah lagi ketika pandemi Covid-19 belum melandai, menjadi salah satu masalah serius bagi Dewita Putat, sebab berbagai bidang terdampak pandemi Covid-19.
Baca Juga: Misteri melanggar pantangan mendaki gunung di malam Jumat, maka begini akibatnya ......
Beberapa alasan tersebut menjadi dorongan tersendiri bagi Lidya Patrecia Ginting, mahasiswa jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro (Undip) melaksanakan Kuliah Kerja Nyata - Merdeka Belajar Kampus Merdeka (KKN-MBKM) di Putat.
“Salah satu program saya dalam melaksanakan KKN MBKM yaitu membuat buku profil Dewita Putat. Semoga termasuk usaha membantu untuk lebih membangkitkan lagi Dewita Putat,” terangnya, baru-baru ini.
Dijelaskan Lydia dalam buku profil tersebut, antara lain berisi informasi mengenai seputar Dewita Putat. Misalnya, gambaran umum, sejarah, fisik alam, kependudukan, sosial budaya, sarana prasarana dan potensi Dewita Putat.
“Bahkan ada pula beberapa permasalahan yang dihadapi pengurus Dewita Putat serta sebagian warganya,” jelas Lydia.
Baca Juga: Dugaan Kekerasan Seksual oleh Anggota DPR RI, Penyidik Minta Keterangan Pelapor
Ditambahkan, penyusunan buku profil tersebut juga sebagai upaya untuk lebih mengenalkan Dewita Putat, seperti dari karakteristik, potensi sampai beberapa kendala yang dihadapi.
“Banyak yang berharap, termasuk saya, kedepannya Dewita Putat kian dapat berkembang secara optimal dan dikunjungi oleh lebih banyak wisatawan,” ungkap Lydia.
Ia bahkan pernah mendengarkan penjelasan langsung dari warga Putat, Surono yang mempunyai usaha kerajinan topeng. Penjualan kerajinan topengnya pun menurun drastis saat ada pandemi Covid-19. Tak jarang pula dalam satu bulan, Surono hanya bisa menjual satu sampai tiga topeng.
“Selama KKN MBKM di Putat, saya juga banyak berdiskusi dengan berbagai pihak seperti pengurus Dewita, pejabat pemerintahan kalurahan sampai kapanewon setempat. Bu Endah sebagai Jagabaya dan Pak Agus sebagai Ulu-ulu di Putat banyak membantu saya termasuk saat menyusun buku profil Dewita Putat,” tandasnya.*