Memang, Calon Arang adalah kakak kandung Empu Bharada, ia istri Empu Baghuna, gurunya dan juga guru dari Serat Asih si Calon Arang itu.
Sambil memejamkan matanya, Empu Bharada menghujamkan kerisnya ke Calon Arang. Jerit ngeri terdengar, jerit menyayat hati.
Sambil mencabut keris Kiai Weling Putih dari tubuh Calon Arang, Empu Bharada mengisyaratkan murid-muridnya agar membawa jenazah Calon Arang itu.
Sepeninggal Calon Arang, Empu Bahula haruslah tetap menjadi suami Ratna Manggali dan juga Wedawati.
Sedangkan nama Empu Bharada tetap langgeng dan tetap dihormati. Orang yang mengetahui kalau ia adik Calon Arang hanyalah menantunya saja.
Bahkan Erlangga sendiri pun tak menduga kalau orang yang selalu membuat onar itu masih kakak Empu Bharada.
Empu Bharada terbang naik pelepah pohon pinang. Membawa air kendi ajaib. Dari angkasa Empu Bharada meneteskan air kendi ajaib.
Tanah maupun pepohonan yang terkena tetesan air suci milik Empu Bharada, maka tanah akan mengepul mengeluarkan kabut. Dan pohon-pohon yang terkena air Empu Bharada langsung roboh dan mati kering.
Begitulah dongeng cerita rakyat Calon Arang di Jaman Kerajaan Erlangga. Dan kelak ketika Erlangga turun tahta, maka kerajaannya pun dibagi dua.
Empu Bharada disuruh Erlangga membagi jadi dua, Kerajaan Daha dan Kediri. Kelak di kemudian hari, Raja Kediri yang tersohor adalah Prabu Jayabaya.
Ramalan Jayabaya terkenal jitu dan banyak dibicarakan para pejabat kerajaan yang hidup di negeri kita. Jayabaya terkenal dengan ramalan dunia yang akan datang.- Tamat - (Ditulis: Tri Wahyono/Koran Merapi) *