harianmerapi.com - Kisah cerita rakyat Calon Arang. Wedawati telah menantikan kedatangan ayahnya dengan sedikit cemas.
Ia amat mengasihi dan menyayangi ayahnya, yang tak tak pernah membentak, apalagi memukul dirinya.
Lemah-lembut pribadi Empu Bharada, namun tegas mengambil sikap, dan berlaku keras pada siapa saja yang berlaku kurang ajar dan berlaku jahat.
“Ku semalaman tidak tidur, Weda! Apakah kau tidak mengantuk?” tanya Empu Bharada.
“Belum Ayah, Wedawati ingin membukakan pintu kalau Ayah pulang,” jawabnya, sambil mengambilkan air teh panas untuk sang Empu.
“Hem…, betapa bahagianya Ibumu kalau ia bisa melihatmu,” gumamnya sambil menghela nafas.
Nafas penyesalan. Ia menyesal, mengapa dulu bersikap kurang ajar pada istrinya. Ketika ia masih muda, masih menjadi seorang penggembala.
Ia berpetualang mencari guru, dengan meninggalkan istrinya Sukma Wati yang kesepian sehingga mati. Hem, ia merasa bersalah menyia-nyiakan istrinya itu.
“Semua manusia ada celanya, begitu pula aku,” keluhnya.
Baca Juga: Cerita Rakyat Calon Arang 2: Prajurit Pinilih Kerajaan Kahuripan Merusak Desa Girah
“Sebaiknya pergilah ke tempat tidurmu. Besok kan Bahula akan kemari…”
“Baiklah Ayah, selamat tidur,” jawab Wedawati sambil memasuki kamar tidur.
Ketika ayam berkokok, Empu Bharada telah terjaga.
Begitu pula anaknya Wedawati juga telah memasak air, untuk menyambut kedatangan Empu Bahula, kekasihnya serta murid kesayangan ayahnya pula.