harianmerapi.com - Konon setelah Sri Maharaja Mataram Dewanta Sanjaya mangkat, tahta kerajaan diberikan kepada Sang Penangkaran. Hal ini atas izin ibu suri yang juga prameswari Mataram Dewi Waryanti.
Sang Prabu Penangkaran mempunyai adik yang juga puteri sekar kedhaton Retno Dewi Pamekas, yang kala itu sudah bersuami Dewa Simha.
Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan, peristiwa itu terjadi pada abad ke 8 Masehi, setelah acara wisudha, puteri sekar kedhaton ditanya oleh Sang Penangkaran, apakah rela tahta kerajaan Mataram dia yang pegang?
Baca Juga: 3 Doa Mustajab di Pagi Hari, Dikabulkan untuk mendatangkan Rezeki
Kala itu Retno Dewi Pamekas menjawab, sangat rela bahkan gembira karena kakaknya bisa meneruskan dinasti Mataram.
Juga karena suami Retno Dewi Pamekas diberikan kedudukan sebagai pimpinan dalam hal-hal yang penting, maka Dewa Simha pun mendukung jumenengan tersebut.
Namun ternyata lain di bibir lain di hati, begitu pulang ke Dalem Kalitan, Dewa Simha keinginannya agar mendapatkan bagian sepertiga saprotelone negara Mataram. Sebagai ahli waris, mestinya Retno Dewi Pamekas mendapatkan hak pembagian tersebut.
"Hak harus diperjuangkan bahkan kalau perlu dikukuhi sabela pati, sehingga bisa mandiri," ujar Dewa Simha kepada isterinya.
"Tetapi saya sudah rela kakanda Penangkaran menggantikan ramanda raja, bahkan kita sekeluarga bisa ikut mukti hidup di Mataram" jawab Retno Dewi Pamekas.
Tekad Dewa Simha untuk mbalela ing ratu diwujudkan, tidak mau sowan ke karaton dan menghimpun kekuatan dengan prajurit pilihan.
Mendengar itu Sang Penangkaran mengirim Patih Gajah Ranu untuk membawa sowan adik ipar Dewa Simha, namun ternyata ditolak sebelum raja memberikan sepertiga bagian tanah Mataram kepada isterinya.
Terjadilah pertengkaran antara Patih Gajah Ranu dengan Dewa Simha, dalam peperangan itu ki patih terluka dan dibawa mundur ke keraton Mataram.
Hal itu membuat Sang Penangkaran marah besar, maka segera dibawa prajurit sagelar sapapan untuk menggebug Dalem Kalitan.