HARIAN MERAPI - Pembayaran denda dari penanganan kasus rokok ilegal melalui mekanisme ultimum remedium selama periode Januari hingga Desember 2025 di Jawa Tengah dan DIY mencapai Rp34 miliar.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kanwil DJBC Jateng dan DIY Khoirul Hadziq di Kudus, Kamis (18/12/2025).
Dia mengatakan, tren penyelesaian perkara rokok ilegal melalui pendekatan ultimum remedium terus meningkat selama beberapa periode terakhir.
"Jumlah kasus rokok ilegal yang ditempuh melalui jalur restorative justice cenderung meningkat. Ultimum remedium yang dulu hanya sekitar Rp3 miliar hingga Rp4 miliar, tahun ini sudah mencapai Rp34 miliar," ujarnya seperti dilnsir Antara.
Kebijakan ultimum remedium merupakan asas dalam hukum pidana yang menyatakan sanksi pidana sebaiknya digunakan sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum. Sehingga sebelum menjatuhkan hukuman pidana, negara perlu mengutamakan penyelesaian melalui cara lain seperti sanksi administratif, perdata, atau upaya non-pidana.
Baca Juga: Ketua DPRD DIY ajak masyarakat jadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan
Khoirul Hadziq mengakui penyumbang terbesar denda yang terbayarkan dari penanganan kasus oleh Kanwil DJBC Jateng, sedangkan Bea Cukai Kudus sekitar Rp2,25 miliar guna memulihkan penerimaan negara.
Ia mengungkapkan sepanjang 2025 Bea Cukai Jawa Tengah-DIY telah menindak sekitar 137 juta batang rokok ilegal. Dari jumlah tersebut, sebanyak 45 kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan dan dilimpahkan ke kejaksaan hingga persidangan, sementara sisanya diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.
"Untuk wilayah Kudus saja, penindakan mencapai sekitar 9,5 juta batang rokok ilegal. Sementara secara keseluruhan di Jawa Tengah, tren penangkapan meningkat tajam. Jika sebelumnya kenaikan hanya sekitar 10 juta batang per tahun, dalam dua tahun terakhir rata-rata naik hingga 20 juta batang per tahun," ujarnya.
Khoirul menambahkan ratusan kasus rokok ilegal telah ditangani Bea Cukai, baik melalui penyelidikan maupun penyidikan. Sebagian besar kasus berskala kecil, seperti peredaran di warung-warung dengan penanggung jawab yang jelas, diselesaikan melalui denda administratif sebagai bentuk keadilan restoratif.
"Untuk penyelesaian di tingkat penelitian dikenakan denda tiga kali lipat, dan empat kali lipat di tingkat penyelidikan. Pendekatan ini diharapkan tetap memberi efek jera tanpa harus selalu menempuh jalur pidana," ujarnya.
Baca Juga: Mau berlibur pakai mobil pribadi, berikut saran praktisi keselamatan
Berdasarkan data penindakan, wilayah dengan jumlah penangkapan terbanyak berada di Semarang. Operasi Bea Cukai banyak dilakukan di jalur tol, terutama terhadap pergerakan rokok ilegal dari wilayah timur menuju barat, serta distribusi ke wilayah utara seperti Kalimantan.
Selain mengawasi daerah produksi, Bea Cukai juga melakukan fungsi penyekatan wilayah guna menekan distribusi rokok ilegal lintas daerah. Modus pengangkutan pun semakin beragam, mulai dari truk, bus, mobil travel, kendaraan pribadi, hingga kendaraan mewah.
"Kami pernah menemukan rokok ilegal diangkut menggunakan kendaraan seperti Fortuner, Pajero, bahkan Alphard," ujarnya.