HARIAN MERAPI - Gelombang penolakan muncul di negara Yunani setelah pemerintahnya berniat memberlakukan aturan 13 jam kerja dalam sehari untuk para pekerja.
Pada Rabu 1 Oktober 2025, aksi mogok nasional yang berlangsung 24 jam itu disebut telah melumpuhkan sebagian besar layanan publik maupun swasta.
Transportasi umum di kota Athena dan Thessalonik juga dikabarkan berhenti total, sementara rumah sakit, sekolah, hingga kantor-kantor pemerintahan ikut terganggu akibat pegawai yang memilih mematuhi seruan serikat pekerja.
Baca Juga: Catatkan Sejarah, PBH Projotamansari Daftarkan 40 Gugatan dalam Sehari di PHI Yogyakarta
Pemerintah Dikecam, Pekerja Angkat Suara
Pemerintahan pro-bisnis pimpinan Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis kini berada di bawah tekanan publik.
Kebijakan baru yang memungkinkan pekerja bertahan di tempat kerja lima jam lebih lama dari ketentuan normal dianggap merampas hak pekerja sekaligus mengikis keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan.
“Orang Yunani sudah dipaksa bertahan dengan gaji terendah di Eropa. Sekarang mereka ingin kami bekerja hampir sepanjang hari,” kata salah anggota serikat pekerja, Makis Kontogiorgos melalui The Guardian.
“Orang tidak bisa ditekan terus-menerus, cepat atau lambat pasti meledak,” imbuhnya.
Upah Rendah, Beban Hidup Tinggi
Meski ekonomi Yunani mulai bangkit setelah krisis utang yang menghantam lebih dari satu dekade lalu, upah pekerja tetap tertinggal jauh dibanding negara-negara Uni Eropa lain.
Baca Juga: Mangkrak Puluhan Tahun, Pasar Jetis Salatiga Segera Dibangun Investor Senilai Rp 8 Miliar
Upah minimum sebesar 880 Euro per bulan atau sekitar Rp14 juta, disebut tidak sebanding dengan biaya hidup yang terus meroket.