solo

Buruh Sukoharjo minta penghapusan outsourching,tuntut peningkatan kesejahteraan

Kamis, 28 Agustus 2025 | 16:45 WIB
Buruh Sriteks lakukan unjukrasa (Foto: Wahyu Imam Ibadi)

Hak buruh tersebut seperti upah bulanan, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu juga terkait dengan upah lembur dan pesangon apabila terkena PHK.

Baca Juga: Mengapa pasien penyakit ginjal harus batasi konsumsi air putih, ini penjelasan dokter

"Upah buruh masih rendah dan masih banyak hak lain dari buruh yang belum terpenuhi seperti status kerja hanya kontrak dan belum pekerja tetap," lanjutnya.

FPB Sukoharjo terkait status kerja buruh sudah mendesak pihak perusahaan segera memberikan kejelasan. Sebab nasib buruh membutuhkan kepastian tentang masa depan mereka bekerja.

"Dibeberapa perusahaan apalagi disejumlah daerah sekarang sedang ramai PHK massal. Ini yang kami antisipasi apabila buruh terkena PHK maka akan jelas hak yang diterima bila sudah menjadi pekerja tetap," lanjutnya.

Tambahan jumlah pekerja ini di satu sisi membuat FPB Sukoharjo lega. Tapi disisi lain juga khawatir apabila, buruh hanya mendapat status kontrak saja.

"Dalam rentang beberapa bulan saja kontrak dan kemudian jadi pekerja tetap itu tidak masalah. Tapi apabila itu terus kontrak dan buruh diberhentikan sepihak itu jelas masalah besar," lanjutnya.

Baca Juga: Tak hanya kuota haji, KPK curigai ada penyimpangan pengadaan katering ibadah haji

Sukarno menjelaskan, buruh selama ini sering menjadi pihak yang lemah dan dikorbankan karena tidak adanya aturan memihak. Aturan yang ada sekarang justru lebih memihak kepada pengusaha dan penguasa.

"Tuntutan buruh agar lebih sejahtera dan terjamin dimulai dengan meminta perbaikan aturan yang lebih memihak buruh. Tuntutan kami ajukan baik kepada pemerintahan sekarang," lanjutnya.

Aturan yang diminta buruh untuk segera diperbaiki yakni Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Kedua aturan tersebut sejak pertama kali ditetapkan pemerintah sudah ditolak buruh.

"Sejak awal buruh sudah menolak dan kalau aturan itu diminta dihapus sepertinya sulit. Jadi buruh meminta untuk diperbaiki saja agar lebih memihak buruh," lanjutnya.

FPB Sukoharjo yang berisi sejumlah serikat pekerja di Kabupaten Sukoharjo satu suara menolak dengan keras keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja dan Perpu Cipta Kerja. Sebab keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja yang diganti menjadi Perpu Cipta Kerja tetap tidak memihak buruh dan sangat merugikan.

FPB Sukoharjo sejak awal ditegaskan Sukarno sudah menyuarakan penolakan keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja karena merugikan buruh. Harapannya Undang-Undang Cipta Kerja bisa dicabut. Namun yang terjadi justru muncul aturan pengganti yang pada intinya masih sama merugikan buruh.

Baca Juga: Bila anak alami demam dan bercak merah di kulit, ini yang harus segera dilakukan orang tua

Halaman:

Tags

Terkini