"Misalnya orderan dua kali Rp5.000, driver cuma dapat Rp7.000-8.000. Harusnya kan Rp5.000 dikalikan dua. Ini tidak masuk akal," ucap Janu.
Tuntutan ketiga yakni adanya ketentuan tarif bersih dan batas potongan layanan untuk angkutan sewa khusus (ASK) roda empat. Selama ini, para pengemudi menyebut potongan dari aplikator terlalu besar dan tidak transparan.
Keempat, mendesak terbentuknya Undang-Undang (UU) Transportasi Online sebagai payung hukum untuk seluruh aktivitas transportasi daring, termasuk perlindungan terhadap pengemudi dan aturan tanggung jawab aplikator.
Pemda DIY pun menilai sikap tertib dan tidak anarkis para driver ojek daring di wilayah ini dalam menyampaikan aspirasi dapat menjadi barometer bagi wilayah lain.
"Barometer apa yang bisa diambil dari Yogyakarta, yaitu barometer menyampaikan aspirasi secara terbuka dan tidak anarkis. Itu salah satunya," ucap Beny Suharsono.*