Jadi khatib sholat Idul Fitri, Prof Haedar tekankan untuk bisa menjauhi sikap ekstrem yang mengarah kepada hal berlebihan

photo author
- Kamis, 11 April 2024 | 18:44 WIB
   Prof Haedar saat menjadi khatib dalam sholat Idul Fitri 1445 H di Lapangan Bintang, UMY. (Foto: Dok. UMY)
Prof Haedar saat menjadi khatib dalam sholat Idul Fitri 1445 H di Lapangan Bintang, UMY. (Foto: Dok. UMY)

HARIAN MERAPI- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi menjadi khatib dalam sholat Idul Fitri 1445 H di Lapangan Bintang, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (10/4/2024) lalu.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Haedar antara lain menuturkan, satu bulan berpuasa selama Ramadhan menjadi momentum bagi umat Islam dalam membangun sikap hidup yang tak berlebihan.

Pasalnya, sebut Prof Haedar, ada banyak kejadian berupa masalah dan penyakit dalam kehidupan manusia yang seringkali terjadi karena sikap berlebihan, rakus dan melampaui batas.

Baca Juga: Idul Fitri, Rutan Salatiga beri kelonggaran selama 3 hari dan 45 menit tiap kunjungan warga binaan

“Hal-hal yang terkait dengan penyimpangan maupun penyalahgunaan kekuasaan seperti konflik dan praktik korupsi maupun prahara lainnya dalam kehidupan berbangsa sering terjadi karena mengikuti nafsu menguasai kepentingan yang berlebihan,” tegas Prof Haedar.

Menurutnya, kerakusan dalam meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dapat menimbulkan banyak masalah dan berdampak ke berbagai sektor seperti ekonomi.

Timbullah ketimpangan relasi pasar, kegemaran mengimpor, dominasi kekayaan oleh segelintir individu, kesenjangan sosial, hingga konglomerasi yang merusak sistem ekonomi bangsa.

“Dalam aspek sosial di masyarakat, segala bentuk kekerasan, kriminalitas dan masalah sosial lain pun sering terjadi karena hasrat untuk memenuhi keinginannya melebihi takaran yang semestinya,” tutur Prof Haedar.

Baca Juga: Syawal bulan tebar kebaikan untuk sesama

Guru Besar UMY di Bidang Ilmu Sosiologi ini pun menekankan bahaya yang dapat timbul dengan didasari oleh nafsu yang melampaui batas, yang cenderung berakhir kepada menghalalkan segala cara dalam berkontestasi di kehidupan.

Baik dalam skala kecil maupun besar, hasil yang berupa menang maupun kalah, lanjut Prof Haedar, jika tak memiliki konsep secukupnya, maka seseorang tak dapat memiliki rasa syukur atas kemenangan maupun sikap tawakal atas kekalahan.

Inilah yang menurutnya dapat menimbulkan banyak masalah seperti saling benci dan permusuhan yang keras dalam hubungan antar-manusia.

Sehingga, pada hakikatnya, puasa bermakna bahwa setiap orang beriman harus memiliki ketahanan diri yang kokoh dari segala urusan duniawi yang berlebihan.

Baca Juga: Kisah Ibu pencuri gabah dan koruptor

“Harta, kedudukan, kekuasaan, dan hal-hal inderawi lain yang serba menyenangkan manusia harus dipenuhi dengan baik, namun juga tetap secukupnya dan tidak melampaui batas,” urainya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

PPDI Merah Putih Ingin Berpatisipasi MBG dan KDMP

Minggu, 21 Desember 2025 | 18:00 WIB
X