“Wouw, penduduk asli ya?”
“He.eh”
Lagi asyik-asyiknya mereka bercengkerama di tepian pantai tiba-tiba Daeng Winggeni terperanjat.
Dia buru-buru memasang teropongnya di kedua matanya, “Wouw, dari kejauhan itu agaknya armada tentara Belanda yang akan datang kemari. Apakah mereka mau menyerang kita?”
Baca Juga: Kisah Perang Makassar Melawan VOC 4: Belanda Berkirim Surat Minta Agar Sultan Hasanuddin Menyerah
“Menyerang atau tidak yang penting kita mempersiapkan diri. Keluarkan semua persenjataan yang ada di benteng!”, perintah Karaeng Bontamaranu.
Daeng Winggeni segera memerintahkan Panji Karonuban yang diserahi kunci gudang di dalam benteng Buton.
Kraeng Bontamaranu setengah heran melihat isi gudang itu karena kecuali beberapa pucuk bedil juga ada sekitar 5 meriam ukuran sedang dan kecil.
“Dari mana kamu dapat meriam-meriam itu?”, tanya Kraeng Bontamaranu.
“Sekitar tiga tahun yang lalu. Ada kapal Portugis terdampar di pantai Buton. Selain karena didorong badai besar juga karena di tengah laut kapal itu mengalami kerusakan."
vocBaca Juga: Kisah Perang Makassar Melawan VOC 5: Digempur Habis-habisaan Prajurit Makassar Pantang Menyerah
"Nah, kapal itu membawa beberapa pucuk meriam lalu kami sita”.
“Ya ya ya, bagus. Mari kita gunakan meriam-meriam itu untuk menyambut kedatangan armada Belanda”, kata Karaeng Bontamaranu. (Ditulis: Akhiyadi/Koran Merapi) *