harianmerapi.com - Babad Tanah Jawi Prabu Watugunung. “Begini, Diajeng. Waktu aku masih kanak-kanak dulu ibuku sedang menanak nasi di dapur."
"Karena kebelet kelaparan aku merengek-rengek minta makan. Ibuku sudah memegang enthong akan menyenduk nasi namun ternyata belum matang, masih jemek".
Aku tidak mau disabar-sabarkan karena perutku keburu keroncongan, aku berteriak-teriak minta makan sambil menangis.
Ibuku jengkel, kesabarannya habis maka dipukullah kepalaku dengan enthong di tangannya, ‘Plok’
“Waduuuuh biyuuuung, kepalaku sakit sekali!”, teriakku sambil berlari keluar dari dapur.
Entah mengapa kepala ini rasanya pening tujuh keliling membuatku terus berlari menjauhi rumah, berlari, berlari, berlari, dan terus berlari entah sampai dimana.
Akhirnya aku memutuskan tidak akan pulang kembali ke rumah. Aku mengembara ke berbagai negeri, berguru ke berbagai Padepokan lalu menjadi prajurit dan bergaul dengan para sentana dalem.
"Berkat berbagai macam pengalaman dan ilmu-ilmu kanuragan yang aku dapatkan selama mengembara aku bisa menjadi penguasa di Kerajaan Gilingwesi ini,” kata Sang Prabu Watugunung bercerita tentang masa lalunya.
Artikel Terkait
Babad Tanah Jawi: Berziarah ke Makam Ki Gabukan di Gunung Mandhen Temanggung, Harus dengan Hati yang Bersih
Babad Tanah Jawi: Usai Dewanta Sanjaya Mangkat Mataram Terbelah Jadi Dua Bagian
Babad Tanah Jawi: Ki Ageng Selamanik Senopati yang Melanjutkan Perjuangan Pangeran Diponegoro Melawan Belanda
Babad anah Jawi: Pesareyan Antakapura Gunung Kelir di Selatan Kraton Mataram Kondang Angker
Babad Tanah Jawi: Ratu Wetan Meninggal Dimakamkan di Gunung Kelir, Raja Amangkurat I Mengalami Guncangan Jiwa