Baca Juga: Pengalaman Mistis Pencari Ikan Tengah Malam, Menemukan Ikan Cuma Kepala dan Duri Saja
Bahkan sebelum menerima tahta secara resmi, Adi Prabu Anyakrawati harus menjalani ujian yang cukup berat, yaitu ditugaskan menumpas pemberontakan Adipati Pragola dari Pati yang membangkang.
Tugas kenegaraan menghadang Adipati Pragola yang membawa seluruh kekuatan pasukannya ke Mataram, ternyata nyaris membuatnya terbunuh dalam pertempuran itu.
Untung saja nasib baik masih berpihak pada kandidat penguasa Mataram Kotagede ini, konon karena "kesaktiannya" yang menurut sejumlah kisah tutur Adi Prabu Hanyakrawati memiliki warisan keilmuan dari wali Sunan Bonang,
yang juga memiliki sebutan Hanyakrawati. Pemberontakan Adipati Pragola akhirnya dapat ditumpas oleh Panembahan Senapati yang turun laga sendiri.
Dari Serat Kandha diperoleh data, sebagai mana kisah tutur yang sudah diketahui banyak orang Jawa, hari Senin, Adi Prabu Anyakrawati di nobatkan sebagai Senapati Ing Ngalaga Kerajaan Mataram yang ditandai dengan upacara tradisional.
Baca Juga: Ramadhan Sebagai Syahrul Judd atau Bulan Kemurahan
Dengan didampingi Adipati Mandaraka dan Pangeran Mangkubumi sambil memegang tangan putra mahkota, kemudian menempatkan calon raja itu duduk di kursi singgasana berbalut warna keemasan.
Lantas kedua pembesar kerajaan Mataram itu berdiri di sisi kanan-kiri putra mahkota. Pangeran Mangkubumi dengan suara lantang dan keras berbicara kepada seluruh yang hadir di Siti Hinggil dan paseban utama,
"Wahai orang-orang Mataram, saksikanlah bahwa Pangeran Adipati sekarang diangkat menjadi raja menggantikan ayahandanya Panembahan Senapati."
Sebagaimana layaknya tradisi jumenengan dalam tata paugeran kerajaan Jawa, dalam pengumuman itu juga disampaikan tantangan kepada siapa saja yang berani melawan kehendak paugeran.
Namun tidak seorang pun yang berani menerima tantangan itu atau pun menentang jumenengan, seluruh anggota keluarga terdekat,
Baca Juga: Horor Kamar B1 Asrama Putri 3: Pandemi Membuat Para Penghuni Pulang Membuat Suasana Makin Angker
para bupati nakaya maupun sentana hingga lurah memberi hormat dan tunduk pada pengangkatan itu.
Setelah Raja beserta pembesar kerajaan lainnya kembali ke dalam Istana, sebagai mana umumnya rasa syukur kemudian dilakukan pesta dan jamuan kebesaran bagi seluruh rakyat Mataram. (Ditulis: Teguh) *