Berikutnya kesempatan bagi Sunan Tembayat. Beliau hanya memberi satu tantangan.
“Ki Prawira yang sakti. Temukan aku dari tempat bersembunyi.”
Setelah selesai berkata demikian, Sang Sunan pun menghilang. Sang Dukun mencari di daerah sekitar. Tak juga menemukan. Ia berkeliling. Tak juga menemukan. Ia berlari naik turun bukit.
Membongkar batu. Memecah cadas. Masuk gua. Mengintip lubang karang. Menyelami sungai.
Mencermati ikan-ikan. Terbang ke langit. Menyibak awan. Masuk hutan. Membelah pohon.
Membalik bunga-bunga. Memeriksa serangga. Menguliti buah-buahan. Membabat rerumputan.
Hingga akhirnya Sang Dukun kelelahan. Badannya ambruk. Tak bisa digerakkan.
“Ampun Gusti Sunan. Saya mengaku kalah!”
Sang Dukun berteriak kencang. Merasa Sang Sunan jauh dari jangkauan. Sambil tersenyum, Sang Sunan keluar dari titik tengah di antara alis Sang Dukun.
Demikianlah. Hingga akhir hayat, Sunan Tembayat mengajar dan menyebarkan Islam di Jabalkat. Memiliki abdi dan santri yang kemudian tersebar ke berbagai tempat.
Daerah sekitar Jabalkat pun kemudian kondang dengan sebutan Tembayat atau Bayat. Sekarang menjadi nama sebuah kecamatan di Kabupaten Klaten berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. - Tamat - (Ditulis: Wachid E. Purwanto UAD, pernah ditayang di Koran Merapi) *
