harianmerapi.com - Dalam legenda Sunan Tembayat dikisahkan asal-usul nema desa Teras, Bendogantungan dan juga Wedi.
Salah satu daerah yang dilalui adalah Teras. Dalam bahasa Jawa teras ini berarti terus.
Pangeran Mangkubumi masih meneruskan perjalanan ke arah selatan. Sesampainya di sebuah dusun kecil dengan pepohonan yang menjulang, Pangeran Mangkubumi diikuti oleh demit atau memedi.
Demit-demit ini berusaha menakut-nakuti Pangeran Mangkubumi. Namun Sang Pangeran tidak peduli. Ia terus saja berjalan ke arah selatan.
Merasa tidak dihiraukan, para demit ini semakin sering menampakkan diri. Meden-medeni. Pangeran Mangkubumi pun menjadi jengkel.
Para demit yang mendadak muncul di depannya itu digertak oleh Sang Pangeran. Kekuatan gertakan yang dahsyat itu menyebabkan para demit itu terkejut dan terpental hingga bergelantungan di pohon besar.
Para demit yang tergantung itu tidak bisa bergerak turun. Mereka meminta ampun. Pangeran Mangkubumi pun berujar.
“Ben do gantungan!”
Maka dusun daerah itu kemudian dikenal dengan nama dusun Bendogantungan. Posisi dusun ini berada di wilayah Desa Sumberejo, Klaten Selatan.
Terlepas dari gangguan para demit, Pangeran Mangkubumi melanjutkan perjalanan ke arah selatan hingga tiba di sebuah desa.
Melihat daerah pedesaan ini, Pangeran Mangkubumi bermaksud untuk tinggal sementara. Sambil menunaikan titah ayahanda untuk tetap menebarkan kebaikan Islam.
Dalam Babad Demak pada pupuh Dhandhanggula, Pangeran Mangkubumi menyamar menjadi penduduk biasa. Di desa ini Sang Pangeran menjadi pelayan Nyai Tesik, juragan kue serabi.
Suatu hari Nyai Tesik menyuruh Pangeran Mangkubumi membeli beras sebagai bahan membuat serabi. Sang Pangeran pun menuju ke arah pasar.