harianmerapi.com - Dalam lanjutan kisah legenda Sunan Tembayat diceritakan, Pangeran Mangkubumi menetap di Jabalkat untuk mensyiarkan agama Islam.
Syaikh Domba dan Syaikh Kewel yahng sudah menjadi manusia normal kembali akhirnya menjadi abdi yang sangat setia kepada Sunan Kalijaga dan Pangeran Mangkubumi.
Sementra Pangeran Mangkubumi sendiri adalah murid yang cerdas, mudah paham terhadap keilmuan, giat dan memiliki semangat kuat.
Setelah dirasa paripurna dalam mengajarkan ilmu agama, Sunan Kalijaga pun menugaskan Sang Pangeran menysiarkan agama Islam di wilayah sekitar Jabalkat.
Jabalkat ini terdiri dari dua kata. Jabal dan kat. Jabal berarti gunung. Kat atau khat berarti garis.
Jabalkat berarti gunung yang menjadi garis pembeda antara yang hak dengan yang batil. Di puncak Jabalkat ini Sunan Kalijaga memberi dawuh kepada Pangeran Mangkubumi.
“Sliramu gaweo patembayatan marang kabeh manungsa. Tanpa ningali apa agamane. Aja rumangsa bisa, nanging bisaha rumangsa. Piwulang jawa kudu digawa. Dene piwulang arab kudu tansah digarab.”
Demikianlah piwulang Sunan Kalijaga. Setelah dirasa ilmu yang diberikan kepada Pangeran Mangkubumi paripurna, Sunan Kalijaga kembali ke Demak Bintara.
Sementara Pangeran Mangkubumi melaksanakan titah untuk tinggal di Jabalkat.
Pangeran Mangkubumi sebagaimana ayahandanya, telah tumbuh menjadi seorang ulama, bangsawan, sekaligus pemimpin daerah.
Dalam Kitab Wirid Hidayat Djati, Raden Ngabehi Ranggawarsito menyebutkan bahwa Sunan Tembayat adalah anggota Walisanga yang diberi kewenangan untuk mengajar.
Pangeran Mangkubumi pun mengajarkan Alquran, ilmu usuluddin, ilmu fikih, ilmu tatanegara, tata cara mengolah tanah pertanian, tata cara bergaul, adab dan sopan santun kepada pengikutnya, para santri dan penduduk sekitar.
Sebagaimana dawuh Sunan Kalijaga, ajaran ini kemudian dikenal dengan sebutan Patembayatan. Sebuah ajaran tentang hidup rukun dan bergotongroyong.