Baca Juga: Legenda Sunan Tembayat 3: Pangeran Mangkubumi Lupa Diri Menjadi Suka Kemewahan dan Sombong
Dari sinilah kemudian Pangeran Mangkubumi memiliki gelar Sunan Tembayat.
Selang beberapa lama, Sunan Tembayat merasa kangen dengan gurundanya, Sunan Kalijaga. Di saat yang sama, Sunan Tembayat teringat bahwa ia pernah membuat suara adzan menghilang di bumi Semarang.
Maka saat tiba waktu salat, dari padepokan di puncak Jabalkat tempat biasa Sunan Kalijaga memberi piwulang, Sunan Tembayat menyerukan adzan.
Suara adzan itu terdengar hingga Masjid Demak yang berjarak kisaran 134 KM dari Jabalkat. Kisah yang lain menyebutkan adzan tersebut terdengar sampai Mekah Almukaromah.
Setelah hari itu, hampir tiap menjelang salat, suara adzan Sunan Tembayat terdengar sampai di daerah Demak.
Tentu saja hal ini membuat heran, hingga akhirnya ada salah satu sunan Demak yang meminta agar Sunan Tembayat menurunkan suara adzannya.
Sunan Tembayat pun menerima. Sunan Tembayat tidak lagi adzan dari puncak Jabalkat. Sang Sunan membangun sebuah masjid di lereng Jabalkat.
Masjid itu diberi nama Masjid Gala. Ga berarti satu dan la berarti tujuh. Masjid Gala berarti masjid yang digunakan untuk mendirikan salat 17 rakaat sehari semalam. Mulai dari Subuh hingga Isya’.
Pada masa yang lain saat Sunan Tembayat menyebarkan patembayatan ke penduduk sekitar, ada orang yang tidak berkenan.
Dia adalah Ki Prawira Sakti. Seorang dukun sakti yang merasa tertandingi. Ki Prawira Sakti memberi tiga tantangan kewibawaan kepada Sunan Tembayat.
Tantangan pertama adalah menangkap merpati terbang. Tantangan kedua adalah menangkap udeng yang dilempar.
Tantangan ketiga adalah mencari tempat dimana Ki Prawira Sakti bersembunyi. (Ditulis: Wachid E. Purwanto UAD, pernah ditayang di Koran Merapi) *