harianmerapi.com - Menjadi Kepala Desa setelah merasakan sendiri ternyata tak nyaman seperti yang dibayangkan Salendro.
Dulu ia suka mengkritik kepala desa terdahulu, Pak Jalidu, jika dirasa kebijakan yang diambil tak sesuai dengan apa yang ada di benaknya. Bahkan ia menyebut Pak Jalidu sebagai pemimpin yang zalim.
Salendro memang dikenal paling vokal dalam menentang beberapa keputusan Pak Jilidu. Ia beberapa kali menggerakan warga untuk melakukan demo kecil-kecilan, untuk menarik perhatian agar usulan mereka diperhatikan.
Baca Juga: Pemimpin yang Zalim 1: Kepala Desa Meninggal Mendadak secara Misterius, Warga pun Geger dan Heboh
Sekalipun menjadi kepala desa yang mempunyai otoritas, namun tetap saja Salendro tidak bisa seenaknya saja dalam mengambil keputusan.
Banyak pertimbangan yang harus ia lakukan, termasuk pertimbangan untuk kepentingan beberapa pihak.
Yang membuat Salendro kaget, permainan uang ternyata berseliweran di sekitarnya. Terlalu banyak godaan yang menghampiri.
Kata beberapa orang yang menjadi pembisiknya, hal seperti itu sudah merupakan kebiasaan sejak zaman Pak Jalidu.
Baca Juga: Pemimpin yang Zalim 2: Suara Pro dan Kontra Muncul Setelah Kepada Desa Meninggal Mendadak
Rupanya benar apa yang dipikirkan Salendro dahulu, bahwa beberapa keputusan yang dibuat Pak Jalidu pasti mengandung kepentingan tertentu.
Sekarang ia bisa merasakan sendiri, sehingga sempat ada pertentangan batin. Sebuah proyek yang seharusnya tidak boleh dilaksanakan karena bisa mengganggu keseimbangan alam, sempat ia tolak mentah-mentah.
Namun ternyata godaan mulai berdatangan. Iming-iming komisi yang nilainya tak terbayangkan sebelumnya, membuat pikiran Salendro menjadi goyah.
Akhirnya dibuat cara skenario, bagaimana agar proyek itu bisa berlangsung namun tidak menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
Baca Juga: Pemimpin yang Zalim 3: Warga Memilih Calon Pemimpin Baru, Muncul Nama-nama sebagai Jago
Semula Salendro agak ragu-ragu dalam mengambil langkah yang sebenarnya salah itu. Namun situasi membuat dirinya terjepit dan akhirnya terpaksa tidak bisa menolaknya.