Raja sama sekali tak mengetahui keadaan di luar istana, karena tak ada prajurit yang berani melapor kepadanya.
Sudah menjadi kebiasaan, karena Raja sudah memerintahkan kepada prajurit, jika ia sedang berada di tamansari siapapun tidak boleh menemui dan mengganggunya.
Jika perintah itu dilanggar, maka pelakunya akan dihukum mati.
Karena tertidur pulas, Raja Singa Barong sama sekali tak mengetahui kalau di luar istana ternyata pasukan Bandarangin sudah datang menyerbu dan mengalahkan prajurit Lodaya.
Bahkan Patih Iderkala yang dikirim ke perbatasan sudah tewas terlebih dahulu karena berpapasan dengan pasukan Bandarangin.
Ketika peperangan sengit sudah merembet hingga ke dalam istana dekat tamansari, barulah Raja Singa Barong terbangun karena mendengan suara ribut-ribut.
Sedang si burung mereka masih terus bertengger mematuki kutu-kutu di kepalanya. Jika dilihat sepintas dari depan, maka Raja Singa Barong seperti binatang berkepala dua, yaitu berkepala harimau dan burung merak.
“Hai mengapa kalian ribut-ribut?” teriak Raja Singa Barong yang belum menyadari situasi.
Tak ada jawaban, kecuali berkelebatnya bayangan seseorang yang tak lain adalah Raja Kelanaswandana. Raja Bandarangin itu tahu-tahu sudah berada di hadapan Raja Singa Barong. *