harianmerapi.com - Alkisah dalam salah satu versi asal usul Reog Ponorogo, disebutkan terjadinya peperangan antara kerajan Bandarangn dengan Lodaya dengn Raja Singa Barong.
Setelah kejadian menggegerkan di perbatasan, Patih Pujanggeleng kemudian menghadap Raja Kelanaswandana. “Apa yang kau dapatkan, Patih?” tanya Raja Kelanaswandana.
“Tadi ada penyusup dari kerajaan Lodaya yang ingin mengorek keterangan tentang usaha Baginda memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit."
"Rupanya Raja Singa Barong punya maksud merampas usaha Baginda dalam perjalanan menuju Kediri,” jelas Patih Pujanggeleng.
“Dasar kurang ajar!“ teriak Raja Kelanaswandana. “Jadi Raja Singa Barong harus menggunakan cara licik untuk mendapatkan Dewi Sanggalangit."
"Kalau begitu ;ebih baik kita hancurkan saja kerajaan Lodaya. Patih, siapkan bala tentara kita,” perintah Raja Kelanaswandana.
Di kerajaan Lodaya, Raja Singa Barong yang tengah menunggu laporan dari prajurit mata-mata yang dikirim ke Bandarangin hanya bisa duduk gelisah.
Karena tidak datang-datang, maka segera diperintahkan Patih Iderkala menyusul ke perbatasan.
Sedang ia sendiri segera pergi ke tamansari untuk menemui burung merak peliharaanya, karena saat itu kepalanya terasa gatal sekali digigiti kutu.
“Hai burung merak, ayo cepat patuki kutu-kutu keparat di kepalaku ini,” teriak Raja Singa Barong yang sudah gemetaran karena menahan rasa gatal.
Burung merak sudah paham, karena itu sudah menjadi tugasnya. Secepat kilat burung merak hinggap di bahu Raja Singa Barong untuk mematuki kutu-kutu di kepala Raja Singa Barong.
Patukan-patukan si burung merak terasa nikmat, mengasyik, rasanya seperti dibuai sehingga membuat Raja Singa Barong, tak lama kemudian ia tertidur.