harianmerapi.com - Setelah pemberontakan Kuti berhasil ditumpas Gajah Mada, maka rakyat Majapahit bisa hidup tenteram, damai, dan bahagia.
Kepemimpinan Baginda Sri Jayanegara kembali normal. Situasi yang mendukung itu membuat semua warga bisa berkarya.
Tukang pandhe besi mulai menyalakan perapiannya membakar besi untuk ditempa menjadi alat-alat pertanian, suara orang menenun kain juga mulai terdengar di desa-desa,
Baca Juga: Sri Jayanegara Raja Majapahit 1: Kalagemet Menggantikan Kedudukan Raden Wijaya sebagai Raja
Para peternak menggembalakan kambing, kerbau atau sapinya di padang rumput atau di pinggiran kali yang sejuk berair jernih.
Rakrian Tanca seorang Dharmaputra sekaligus seorang Tabib juga mulai dikunjungi warga masyarakat yang ingin berobat karena menderita sakit.
Penyakit-penyakit ringan maupun berat beliau bisa menangani dengan baik. Nama Rakrian Tanca sudah terkenal di seantero Majapahit sebagai tabib mumpuni.
Bahkan beliau juga sebagai Tabib canduk, yaitu tabib yang menggunakan sistem pengobatan membedah atau mengeluarkan darah kotor yang menimbulkan rasa sakit.
Baca Juga: Sri Jayanegara Raja Majapahit 2: Marah Setelah Lamaran Ditolak Dua Putri Keturunan Raja
“Rakrian Tanca, aku datang bukan untuk berobat”, kata Rakrian Janatanu sambil tertawa.
Rakrian Tanca tertawa pula menyambut kedatangan sahabat karibnya sesama Dharmaputra.
“Bagaimana kabarmu selama kita tidak ketemu?”.
“Baik-baik saja. Doaku semoga kau baik-baik juga”, jawab Rakrian Janatanu.
“Betul. Aku baik-baik selama ini. Apa ada yang ingin kau sampaikan kepadaku?”
“Sebelumnya maafkan aku, aku hanya ingin memberitahumu bahwa istrimu Sri Wulan Sendari sudah berkali-kali dipanggil Sang Raja ke Istana”, kata Rakrian Janatanu.
Baca Juga: Sri Jayanegara Raja Majapahit 3: Rencana Pemberontakan Diketahui Prajurit Bhayangkara
“Hmmm, istriku tidak bilang apa-apa kepadaku? Apakah ada kesalahan sehingga istriku dipanggil oleh Kanjeng Prabu Sri Jayanegara?”