harianmerapi.com - Pada masa Sri Jayanegara dikenal pemerintahan tidak tegas serta tidak ada pengakuan yang kuat dari para sentana dalem dan para bangsawan serta para dharmaputra.
Kondisi ini sepertinya menyulitkab raja. Namun demikian prajurit Majapahit yang membekingi pemerintahan Sri Jayanegara masih sangat kuat.
Selain jumlahnya yang amat banyak juga kemampuan mereka secara pribadi tak diragukan. Begitu penjelasan Adipati Aryawiraraja tentang Kalagemet alias Sri Jayanegara.
Baca Juga: Sri Jayanegara Raja Majapahit 1: Kalagemet Menggantikan Kedudukan Raden Wijaya sebagai Raja
Sedang di kraton Majapahit, Prabu Sri Jayanegara menyelenggarakan pertemuan dengan orang-orang di lingkungan Kerajaan yang pro dengan sistem politik kerajaan yang akan dijalankannya.
Mereka membicarakan bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan legitimasi agar dirinya diakui sebagai raja Majapahit sepenuhnya.
Patih Arya Tadah yang sudah sepuh dan sebentar lagi akan menyerahkan jabatannya itu berpendapat, Raja mengawini putri yang masuk keturunan raja,
"Sebaiknya, Paduka Raja mengawini saja cucu-cucu Kertanegara yang berhak atas tahta Majapahit antara lain Tribuana Tunggadewi atau Rajadewi Maharajasa”, katanya.
“Hmmmm, ya ya ya. Usul yang bagus, ingsun terima”, jawab Sang Prabu Sri Jayanegara.
Para sepuh sentana dalem kemudian disuruh menyampaikan maksud paduka raja kepada para cucu Kertanegara raja Singasari dahulu yang keempat putrinya semua dinikahi Raden Wijaya.
Otomatis semua cucu yang lahir adalah keturunan raja, trah keprabon.
“Paduka Tribuana Tunggadewi dan Rajadewi Maharajasa yang terhormat, hamba datang kemari atas dhawuh Sang Prabu Sri Jayanegara”, kata Ki Patih Arya Tadah matur.
Baca Juga: Mengenal Enam Model Pembelajaran Sentra PAUD, Salah Satunya Sentra Keimanan dan Ketaqwaan
“Kamu datang kemari disuruh apa, Paman Patih?”, jawab Tribuana Tunggadewi bertanya.
“Hambu dimohon menyampaikan maksud Sang Prabu”.