harianmerapi.com - Kisah ini terjadi sekitar lima belas tahun lalu, tepatnya saat aku masih kelas tiga SMA di sebuah Pondok Pesantren di daerah Brebes Selatan.
Waktu itu malam Jumat Kliwon, kegiatan santri diisi dengan diba'an dan latihan khitobah untuk selanjutnya free sampai jam istirahat malam.
Mungkin karena siangnya kegiatan bejibun, usai kegiatan aku segera kembali ke kamar pondok dan tidur meski baru sekitar jam delapan malam - biasanya aku tidur jam sebelas. Entah kenapa tidurku lelap sekali.
Baca Juga: Misteri Warung Kopi dan Bunga Kematian 4: Tujuh Hari Setelah Kematian Gadis, Tumbuh Tanaman Berbunga
Namun Sekitar jam satu dini hari, aku terbangun, lebih tepatnya dibangunkan oleh sebuah ketukan yang cukup keras.
Padahal kamar ini dihuni oleh belasan santri lain, tapi hanya aku yang terbangun, teman kamarku yang lain masih terlelap, tak terganggu sama sekali.
Dengan bersegera aku bangun dan membuka pintu, waktu itu aku pikir ada patroli pengurus pondok. Saat pintu kubuka, ternyata adik kelas yang kamarnya berhadapan dengan kamarku.
“Mbak, anterin ke kamar mandi, yuk. Sepi banget, takut,” pintanya dengan memelas.
Wajahnya nampak pucat dan lingkar matanya agak kelam.
Baca Juga: Sedang Mancing Ikan Gabus Diganggu Pesawat Drone dan Sialnya Naik Motor Malam Hari Diterjang Banjir
Aku berpikir sejenak, antara malas dan kasihan. Apalagi, aku memang cukup dekat dan sayang dengan adik kelasku ini, bahkan hampir semua buku pelajaran aku lungsurkan kepadanya.
Kami sudah seperti adik kakak, dan ini sudah menjadi rahasia umum di lingkungan asrama pondok.
Jadi wajar, jika dia lebih memilih untuk meminta tolong diantar olehku. Aku pun tak sampai hati menolaknya.
“Yo wes ayuk Nur.” Kami pun berjalan bersisian. Ada aroma kurang sedap yang tercium dari tubuh Nur, agak aneh sebenarnya mengingat Nur selama ini cukup menjaga kebersihan dan selalu wangi meski agak tomboy. Mungkin karena bangun tidur, pikirku.
Baca Juga: Enam Pilar Kebahagiaan Berkeluarga, Salah Satunya Menciptakan Kehidupan Beragama
Sesampai di kamar mandi, suasana sangat hening, tidak ada satu pun santri lain yang terbangun atau mencuci-santri putri kadang memanfaatkan waktu dengan mencuci saat dini hari. (Seperti dikisahkan Naila Zulfa di Koran Merapi) *