harianmerapi.com - Jumanto masih terbengong-bengong berdiri di depan rumah yang cukup megah itu. Ia belum percaya jika rumah itu milik Bonikem, istri yang telah dikhianati.
"Bapak ada perlu apa dengan Ibu Bonikem?" pertanyaan perempuan setengah baya di depan pintu itu membuat Jumanto tergagap, sadar dari lamunannya akan masa lalu.
"Ooh, iya..Saya kawan lama Bu Bonikem, Ada hal yang perlu saya sampaikan ke beliau," jawab Jumanto sekenanya.
Baca Juga: Menanamkan Kedisiplinan pada Anak, Ini Aspek-aspek yang Harus Diperhatikan Orang Tua
"Baik Pak, silakan duduk dulu, saya panggilkan Ibu."
Jumanto pun dipersilakan masuk ke ruang tamu. Semua terlihat sepertinya barang baru, meja, kursi, cat tembok dan perabotan lain yang ada di ruang tamu. Sekalipun tidak mewah sekali, namun semua tertata rapi dan rasanya sejuk di pandang.
Saat akan duduk di kursi, tiba-tiba pandangan Jumanto tertuju pada sebuah foto yang terpasang di salah satu bagian dinding. Memang tidak mencolok, namun jika diperhatikan foto itu tampak dengan jelas.
Baca Juga: Makhluk Halus Gemblung Nyamar Tukang Pijit dan Berubah Menjadi Seekor Kecoak
Jumanto pun mencoba untuk lebih mendekati foto itu. Dan dada Jumanto bergetar manakala melihat dengan jelas wajah yang ada dalam foto tersebut.
Itu sepertinya foto saat sedang wisuda sarjana. Dan Jumanto sangat yakin sekali, orang yang ada di foto itu tak lain adalah Jimanto, salah satu bos di perusahaan yang kantornya sedang dikerjakannya untuk dibesarkan.
"Jimanto, kamu sekarang sudah jadi orang Nak. Kamu sudah jauh lebih baik dibanding Bapakmu ini. Maafkan Bapak. Sungguh Bapakmu ini sangat hina di depanmu, Nak," kata Jumanto lirih.
Baca Juga: Kena Batu Akibat Mokel di Bulan Puasa dan Mengobati Sakit Gigi dengan Cengkih
"Maaf, Bapak siapa ya?" terdengar suara perempuan di belakang Jumanto. Suara yang pernah sangat dikenalnya puluhan tahun yang lalu.
Sepertinya Jumanto sangat malu untuk membalikkan badan dan menghadapi perempuan itu. Tapi ia sudah terlanjur di tempat ini, sehingga mau-tidak mau harus dihadapi. Dengan pelan Jumanto membalikkan badan. Kepalanya menunduk tidak berani menatap wajah Bonikem.
Tapi rupanya Bonikem masih mengenal dengan pasti, siapa laki-laki yang berada di depannya. Ada rasa terkejut memang. Nafasnya pun berpacu lebih kencang karena menahan emosi.