SELANG waktu pun berlalu, M. Nur Imam telah berkeluarga dan terus melanjutkan dakwahnya bersama sahabatnya.
Perselisihan kedua saudara M. Nur Imam pun berakhir dengan adanya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 dan dikenal pula dengan perjanjian Giyanti.
Adapun perjanjian itu pertama berisi Kerajan Mataram Kartosuro dibagi menjadi 2 bagian, dari Prambanan ke timur menjadi milik Susuhunan Pakubuwono III, beribukota di Surokarto. Dan dari Prambanan ke barat menjadi milik Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I, beribukota di Yogyakarta.
Baca Juga: Upacara Bukaan Cupu Kyai Panjala 2021, Begini Arti dan Hasil Lengkapnya
Perjanjian kedua berisi RM. Said diberi kedudukan sebagai adipati dengan gelar Adipati Mangkunegara I dan diperbolehkan mendirikan sebuah Puro yang kemudian diberi nama Puro Mangkunegara.
Setelah perjanjian tersebut kedua adiknya barulah mengingat kakaknya bernama R.M. Sandeyo atau M. Nur Imam. Dan mereka segera meminta prajurit untuk mencari keberadaan kakaknya dan diminta untuk kembali ke kerajaan.
Sementara itu, Setelah Demang Hadiwongso wafat, M. Nur Imam beserta keluarga pindah ke timur Kali Progo di desa Kerisan.
Baca Juga: Nasib Petualang Cinta 7: Sang Play Boy Menikah dengan Terpaksa
Di desa inilah R.M. Sandeyo bertemu dengan Sultan Hamengku Buwono I (Adiknya sendiri) dan meminta Nur Imam untuk kembali ke Kraton.
Pada tahun 1776, saat raja Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati Ing Ngalaga Khalifatulloh Ngabdurrohman Sayidin Panotogomo ingkang Jumeneng Sepisan, yang kemudian lebih umum disebut Hamengku Buwono I, M. Nur Iman diberi hadiah tanah oleh Hamengku Buwono I berupa tanah Perdikan / tanah bebas pajak.
Tanah ini kemudian dijadikan desa dan digunakan sebagai tempat pengembangan agama Islam. Selain itu, didirikan pula Pondok pesantren untuk mulangi atau mengajar agama. Atas dasar kata mulangi inilah kemudian desa tersebut dikenal menjadi desa Mlangi.
Baca Juga: 5 Cara Memanfaatkan Ampas Teh untuk Kecantikan Wajah, Salah Satunya Mengatasi Jerawat
Pemerintahan Hemangku Buwono I merupakan zaman keemasan Yogyakarta. Setelah Hamengku Buwono I wafat, pemerintahan pun digantikan oleh putranya yang bernama R.M. Sundoro dan bergelar HM Buwono II.
Putranya ini sangat nasionalis dan rela berkorban untuk rakyat. Selain itu, juga memperhatikan perkembangan agama dan hubungan baiknya dengan pamannya sendiri serta para ulama dan umaro saat itu.
Pada masa pemerintahan Hamengku Buwono II inilah Kiai Nur Iman juga mengarahkan agar Raja membangun Empat Masjid besar untuk melengkapi dan mendampingi masjid yang sudah berdiri terlebih dahulu yaitu masjid yang berada di kampung Kauman, di samping kraton.