kearifan

Perjuangan Pangeran Gagak Sinangling 7: Dua Puluh Tahun Mengabdi tapi Mpu Tahan Dijatuhi Hukuman Mati

Selasa, 15 Maret 2022 | 20:05 WIB
Raja menjathukan hukuman mati pada patih Mpu Tahan yang sudah 20 tahun mengabdi. (Ilustrasi Pramono Estu)

harianmerapi.com - Pangeran Gagak Sinangling memutuskan untuk tidak kembali ke Majaphait dan tetap tinggal di padepokan dan titip doa agar ayah Uddara cepat sembuh.

"Selamat Jalan, Kakang. Semoga selamat sampai tujuan” kata Pangeran Gagak Sinangling kepada Uddara.

Uddara mengangguk. Lalu dia pergi meninggalkan bilik Pangeran Gagak Sinangling, dalam hati Uddara berharap semoga malam ini bukan pertemuan yang terakhir dengannya.

Baca Juga: Perjuangan Pangeran Gagak Sinangling 1: Tidak Tega Melihat Kewibawaan Kraton Majapahit Hancur dan Carut Marut

Malam menjelang pagi saat lintang panjer rina bersinar tajam di langit timur putra-putra Majapahit itu memacu kuda mereka menembus lorong-lorong hutan yang begitu jauh.

Perjalanan selama dua hari mereka baru akan mulai memasuki kotaraja Majapahit.

Berkali-kali Uddara berusaha mengorek keterangan dari kedua temannya itu tapi tetap saja mereka tidak mengerti.

Sebab keduanya hanyalah prajurit-prajurit Jaga regol yang tidak tau situasi di dalam kraton.

Baca Juga: Perjuangan Pangeran Gagak Sinangling 2: Meninggalkan Majapahit Mengembara Mengikuti Arah Mahatari Terbenam

Dua puluh tahun rama mengabdi bukanlah waktu yang singkat. Kalaupun rama berbuat kesalahan tidakkah Gerindrawardhana seharusnya bisa memaafkannya?

Atau kesalahan rama sebegitu besarnyakah kepadanya? Dan hanya hukuman mati yang layak diterimanya?

Sepanjang perjalanan Uddara memikirkan nasib ramanya. Bahkan Mpu Tahan yang banyak dibilang orang nyaris sama dengan Gajah Mada.

Perbedaannya hanya karena Mpu Tahan bekerja di masa Majapahit dalam kondisi amburadul sedangkan Gajah Mada menjabat sebagai patih ketika Majapahit dalam masa kejayaannya.

Baca Juga: Perjuangan Pangeran Gagak Sinangling 3: Diikat Prajurit Majapahit dengan Rantai Besi Ditidurkan di Atas Jerami

Di timur matahari sudah mulai nampak sinar merahnya menyemburat ke langit, kicau burung juga mulai terdengar di sana sini menyambut kedatangan sang surya tadi.

Sesekali masih ada kelelawar besar yang terbang memintas langit terlambat pulang ke tempat tinggalnya.

Suara monyet yang berayun-ayun di dahan pohon yang tinggi terdengar begitu kerasnya seakan memberi aba-aba kepada teman-temannya agar segera berlari karena ada manusia datang ke hutan.

“Wartajaya, apakah kau mendengar kabar ini saat rama dipidana?”, bertanya Uddara.

Baca Juga: Perjuangan Pangeran Gagak Sinangling 4: Padepokan Diserang Pasukan Berkuda, Panembahan Sajodho Jadi Kembar

“Tidak. Dua hari sesudahnya aku baru mendengar. Bukankah kami berdua tidak pernah berada di dalam Kraton? Sekadar sebagai prajurit jaga regol?”.

Uddara mengangguk-angguk. Kedua familinya itu memang dia masukkan sebagai prajurit Majapahit belum lama makanya masih berada dalam pangkat terendah.

Halaman:

Tags

Terkini

Cerita misteri saat pentas malam pelepasan mahasiswa KKN

Sabtu, 13 September 2025 | 22:00 WIB