harianmerapi.com - Raja Majapahit Prabu Gerindrawardhana meminta anaknya, Pangerang Gagak Sinangling untuk mengungsi mencari ketenangan.
Perjalanan pengembaraan Gagak Sinangling pun dimulai dengan meninggalkan kotaraja Majapahit ditemani Uddara anak Ki Patih Mpu Tahan.
Kepada prajurit jaga regol kedua anak muda yang tampan dan sopan itu berpamitan. Tujuannya belum mengerti kemana? Yang jelas mereka berdua hanya mengikuti arah dimana matahari terbenam dan menghilang dari ufuknya.
“Adi Pangeran Gagak Sinangling, apa kamu sudah mempunyai gambaran tentang pengembaraan kita?”, tanya Uddara di tengah perjalanan.
Dia memang beberapa tahun lebih tua dari pada Pangeran Majapahit itu.
“Kakang Uddara, gambaran secara khusus sih tidak. Aku hanya berkali-kali bermimpi dalam suatu perjalananku aku ketemu seorang Panembahan sakti yang bersedia memberikan ilmunya kepadaku”, jawab Pangeran Gagak Sinangling.
Uddara manthuk-manthuk, “Aku juga bermimpi ketemu perawan cantik di Sendang Beji”.
“Sendang Beji itu di mana?”
“Aku juga belum tahu? Makanya mari bersama-sama kita cari!”, ajak Uddara.
Kedua pemuda Majapahit itu begitu bersemangatnya melangkahkan kaki menyusuri jalanan yang berdebu. Semakin lama perjalanan mereka semakin menjauhi Kotaraja Majapahit dan mulai memasuki wilayah pedesaan.
Matahari sudah meninggi, sinarnya tajam menyorot ke bumi menjadikan udara siang begitu panasnya. Dahaga mulai terasa, kerongkongan serasa kering, dan laparpun mulai menggelitik perut.
“Adi, rasanya perutku mulai lapar. Maaf ya, aku akan memetik jambu air di pohon itu”, kata Uddara lalu meloncat tinggi memetik sedompol jambu air yang sudah memerah, matang.
Baca Juga: Tiga Serial Drama Korea Akan Tampil di Cannes International Series Festival 2022 di Prancis
Pangeran Gagak Sinangling mengerti bahwasannya Kakang Uddara meloncat dengan dorongan kekuatan ilmu batin yang dikuasainya.