hidayah

Jadi pegawai bank plecit hati merasa gundah karena turut merasa jadi pemakan uang riba

Rabu, 22 Mei 2024 | 18:00 WIB
Ilustrasi cerita hidayah jadi pegawai bank plecit hati merasa gundah karena turut merasa jadi pemakan uang riba (Sibhe)

HARIAN MERAPI - Cerita hidayah terpaksa menjadi pegawai bank plecit akhirnya hati merasa gundah karena turut merasa jadi pemakan uang riba

Dengan bekal ijazah SMA, Basir (bukan nama sebenarnya) merasa tidak bisa bebas dalam memilih jenis pekerjaan yang diinginkan.

Pikirnya, yang lulusan sarjana saja sulit apalagi dirinya. Toh demikian Basir tetap punya harapan segera mendapat pekerjaan mapan, karena ia sudah punya tanggungan menghidupi anak dan istri.

Baca Juga: Lulusan sarjana sulit cari kerja malah sukses jadi juragan warung tenda

Setelah lelah mencari pekarjaan kesana-kemari, akhirnya Basir diterima di sebuah koperasi. Hatinya lega, karena dalam bayangannya sebuah koperasi tentu merupakan pekerjaan mulia.

Sesuai dengan asas koperasi, yakni dari dan untuk anggota. Namun selang beberapa hari setelah mendapat pengarahan soal jenis pekerjaan yang harus dilakoni, Basir jadi termangu.

Betapa tidak? Dirinya diberi target harus mendapat nasabah dengan jumlah tertentu. Menawarkan ke berbagai daerah pinjaman uang dengan syarat sangat mudah, tapi dengan bunga yang cukup mencekik dan jangka pengembaliannya tiap minggu.

"Ini namanya riba. Dosa hukumnya," kata Basir kepada rekannya sesama pegawai baru.

Baca Juga: Orangtua sibuk dengan pekerjaan hingga abai pada keluarga, anak pun terlibat klitih

"Sudahlah, yang penting jalani dulu. Kita kan butuh pekerjaan, siapa tahu rezeki kita memang disini," balas temannya.

Meski dengan berat hati, Basir pun menjalankan tugasnya. Ia tahu bahwa usaha yang dijalaninya tak lebih semacan bank plecit saja.

Awalnya ia merasa kesulitan, tapi hanya dalam tempo beberapa hari ternyata cukup mudah juga menggaet nasabah. Ia merasa senang bisa membantu orang-orang yang membutuhkan uang lewat pinjaman di koperasinya.

Tapi lama-lama apa yang menjadi kekhawatiran Basir mulai menjadi kenyataan. Beberapa nasabahnya merasa kesulitan membayar cicilan setiap minggunya, sehingga ada yang sampai harus meminjam di tempat lain.

Baca Juga: Tingkatkan keterampilan, KWT Sumber Makmur ikuti pelatihan ATI Hasil Perikanan

"Ini namanya gali lubang tutup lubang, Bu. Nanti pinjaman ibu makin besar dan malah semakin mempersulit kehidupan Ibu," kata Basir menciba untuk menasihati.

"Bagaimana lagi Mas, kalau tidak begini saya tidak bisa mengembalikan pinjaman dan juga untuk makan," jawab si Ibu terbata-bata.

Halaman:

Tags

Terkini

Filosofi laron dalam masyarakat Jawa

Senin, 28 April 2025 | 14:45 WIB