Sampai di tempat sesuai alamat, Basir ternyata tidak disuruh untuk mengantar orang atau barang. Oleh satpam ia dibawa ke ruangan pimpinan kantor yang luas dan sejuk.
"Selamat siang saudara Basir, silakan duduk," kata bos perusahaan tersebut dengan ramah.
Dengan ragu-ragu Basir pun duduk di kursi yang sangat empuk. Masih ada tanda tanya besar di benaknya, mengapa dirinya dipanggil ke tempat tersebut.
"Tahu kenapa saya undang kemari?"
"Tidak, Pak."
"Ketahuilah, yang mengundang Anda kemari memang saya, tapi yang mengantar sesungguhnya anak saya."
"Maksud Bapak?" kata Basir masih bingung.
"Baik, Anda adalah langganan pengantar anak saya ke sekolah. Selama ini anak saya selalu cerita tentang Anda, tentang kesetiaan, ketulusan, keikhlasan dan kejujuran Anda. Termasuk saat anak saya ketika pulang sekolah Anda ajak untuk muter-muter mencari alamat, hanya untuk mengembalikan dompet yang Anda temukan di pinggir jalan. Dan Anda tidak mau menerima upah dari orang yang kehilangan dompet tersebut."
Apa yang disampaian bapak tersebut memang benar adanya. Namun Basir tak menyangka anak yang selama ini jadi pelanggannya menceritakan semuanya kepada sang ayah.
"Nah, kebetulan saat ini saya membutuhkan orang dengan kualifikasi seperti Anda. Soal pendidikan gampang, nanti bisa sekolah lagi, yang penting karakter Anda persis seperti yang saya inginkan. Bagaimana?"
Basir kaget bukan kepalang mendegar tawaran tersebut, sampai-sampai ia tidak bisa menjawab langsung.
"Tidak perlu ragu-ragu soal gaji, tapi kalau masih perlu berpikir, silakan saya beri waktu beberapa hari."
"Terima kasih Pak, saya ingin bicara dulu dengan istri," kata Basir terbata-bata, sekalipun dalam hatinya sudah menerima tawaran tersebut dan ia yakin istrinya pun sependapat dengan dirinya.
"Alhamdulillah, sangat tidak menyangka saya bakal bekerja di kantoran," kata Basir dalam hati. *