KASUS pencabulan oleh oknum guru SD di Wonosari masih menjadi perbincangan hangat masyarakat.
Banyak pihak tidak terima bila kasus tersebut hanya diselesaikan secara kekeluargaan atau damai, meski pelaku membuat pernyataan menyesal tak mengulangi perbuatan. Pelaku juga telah mengakui telah memegang dada dan pinggang siswinya.
Kasus ini mendapat perhatian serius Bupati Gunungkidul Sunaryanto yang meminta agar pelaku dikenai sanksi sesuai tingkat pelanggarannya. Pernyataan tesebut lebih banyak bersifat normatif.
Artinya, kepala daerah manapun akan menyatakan demikian ketika ada warganya yang mendapat pelecehan seksual.
Jauh lebih penting adalah bagaimana agar pelaku benar-benar diproses hukum. Sebab, pelecehan seksual atau pencabulan terhadap anak merupakan pelanggaran berat dan pelakunya diancam pidana penjara maksimal 15 tahun sesuai UU Perlindungan Anak. Bupati harus memastikan bahwa proses hukum jalan terus hingga ke pengadilan.
Bukankah sudah ada perdamaian ? Lantas siapa yang berdamai ? Bukankah anak-anak belum punya kecakapan secara hukum untuk membuat perdamaian ? Inilah mengapa sebaiknya kasus ini tetap diteruskan ke ranah hukum.
Apakah tidak bisa diberlakukan restoratif justice ? Bila ini dilakukan, dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, khususnya dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Perdamaian hanya bisa dilakukan untuk kasus-kasus berkategori ringan, itupun harus ada persetujuan dengan korban. Sedangkan kasus pencabulan atau kekerasan terhadap anak tidaklah bisa diselesaikan lewat perdamaian. Apalagi, dampaknya bagi anak luar biasa, bisa menimbulkan depresi dan mengancam masa depan anak.
Perdamaian tidak akan berefek jera, yang artinya tidak membuat pelaku kapok, sehingga suatu saat bisa mengulangi perbuatannya. Pun kasus ini bukan termasuk delik aduan, sehingga polisi harus proaktif memprosesnya hingga menyerahkannya kepada kejaksaan untuk diproses ke pengadilan.
Baca Juga: Panwaslu Kecamatan Bandongan Awasi Coklit yang Dilakukan Pantarlih Pemilu 2024
Memindahtugaskan oknum guru yang melakukan pelecehan seksual terhadap siswinya juga tidak menyelesaikan masalah, karena yang bersangkutan masih bisa mengulangi perbuatannya di tempat kerja yang baru. Tak ada toleransi bagi pencabul anak.
Siapapun pelakunya harus diproses hukum sampai ke pengadilan. Pun ini akan memberi contoh bagi siapapun agar tidak berbuat semena-mena terhadap anak, apalagi sampai melakukan pencabulan.
Bahwa pelaku akan dikenai sanksi administrasi, itu hanyalah hukuman tambahan, dan tak bisa menghilangkan unsur pidananya. (Hudono)