Ummatan wasathan sebagai umat terbaik yang penuh keserasian

- Kamis, 5 Januari 2023 | 06:16 WIB
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si. (Dok. Pribadi)
Dr. H. Khamim Zarkasih Putro, M. Si. (Dok. Pribadi)

HARIAN MERAPI - Quran Surah Al-Baqarah ayat 143 menerangkan tentang kualifikasi umat yang baik adalah ummatan wasathan.

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang tengah, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah, 2:143).

Dalam menafsirkan ayat ini, Buya Hamka menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat yang menempuh jalan tengah, menerima hidup dalam keadaannya. Percaya kepada akhirat, lalu beramal di dalam dunia ini.

Baca Juga: Buah muhasabah diri awal tahun, menumbuhsuburkan qalbun syakirun

Mencari kekayaan untuk membela keadilan, mementingkan kesehatan ruhani dan jasmani karena kesehatan yang lain bertalian dengan yang lain.

Mementingkan kecerdasan pikiran, tapi dengan menguatkan ibadah untuk menghaluskan perasaan.

Umat Islam menjadi umat yang pertengahan dan mampu menjadi saksi bagi umat-umat yang
lainnya, karena mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya:

Pertama : seimbang antara imu dan amal.

Tidak boleh hanya menekankan pada ilmu saja, tanpa diimbangi dengan amal perbuatan yang nyata dalam kehidupan ini, sebagaimana firman-Nya :

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. “ ( QS. Ash-Shaf, 61:2-3).

Baca Juga: Empat Kunci Surga: ilmu, amal, dakwah dan sabar

Mengatakan sesuatu yang tidak dikerjakan, artinya seseorang hanya berkutat pada teori belaka dan berjalan di atas konsep yang kosong tanpa amaliah.

Kedua, seimbang antara rasa takut (khauf) dan harapan (raja’).

Seorang muslim di dalam hidupnya tidak boleh selalu diliputi rasa takut terhadap dosa-dosa yang selama ini dikerjakannya secara berlebihan, sehingga menimbulkan rasa putus asa terhadap rahmat dan ampunan dari Allah swt.

Sebaliknya pula, dia juga tidak boleh berlebihan di dalam mengharap rahmat dan ampunan Allah sehingga meremahkan dosa-dosa yang selama ini dia kerjakan, bahkan menganggap enteng dosa besar dengan dalih bahwa Allah Maha Pengampun.

Halaman:

Editor: Swasto Dayanto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Menjadikan bekerja sebagai ibadah kepada-Nya

Jumat, 3 Maret 2023 | 06:03 WIB

Arti waktu bagi kehidupan seorang muslim

Selasa, 28 Februari 2023 | 06:47 WIB

Fitnah membawa bangkrutnya amal saleh

Minggu, 26 Februari 2023 | 10:43 WIB
X