Renungan Akhir Tahun

photo author
- Selasa, 20 Desember 2022 | 09:30 WIB
Sudjito Atmoredjo (Dok.Merapi)
Sudjito Atmoredjo (Dok.Merapi)

Oleh: Sudjito Atmoredjo*

Umumnya, orang gegap gempita menyambut awal tahun baru. Sayang, banyak orang lalai perjalanan kehidupannya hingga akhir tahun. Pada hal, perjalanan hidup dan kehidupan, senantiasa sarat dengan amanah-amanah yang wajib ditunaikan. Sudahkah, kita menjadi orang amanah?

Kehidupan manusia merupakan perjalanan panjang. Lima tahapan mesti dilaluinya. Berawal dari alam arwah, alam rahim, alam dunia, alam barzakh, sampai alam akhirat, berujung di surga atau neraka. Orang-orang beriman sadar, saat berada di alam dunia, wajib beramal saleh. Itulah modal berharga untuk hidup di alam barzakh, dan di alam akhirat.

Setiap manusia dicipta sebagai pribadi. Masing-masing mempunyai tanggung jawab pribadi terhadap Sang Pencipta. Segala amalnya (baik atau buruk), akan ditimbang. Pahala ataukah azab, akan kembali kepadanya. Tak secuilpun amalan tertukar dengan milik orang lain. Substansi otonom, melekat pada diri masing-masing.

Baca Juga: Pemilihan KST DIY 2022, Khamim Zarkasih Putro undang tokoh dan sahabat saat tim visitasi berkunjung rumahnya

Dalam fitrahnya sebagai makhluk sosial, manusia terjalin dengan alam semesta. Alam semesta merupakan kumpulan semua ciptaan dan kumpulan kehidupan semua makhluk. Posisi dan karakter relasional antara manusia dengan alam semesta, tertransformasikan sebagai pribadi terbuka terhadap dunia di luar dirinya.

Dalam filsafat proses, manusia sebagai pribadi, adalah mikrokosmos (jagad kecil); sementara alam semesta adalah makrokosmos (jagad besar). Manusia merupakan bagian alam semesta. Berawal dari pribadi (individu), kemudian berkenalan, dan berproses dengan alam semesta. Terjadilah wujud, esensi, hakikat manusia seutuhnya.

Menurut filsuf Alfred North Whitehead, proses menjadi makhluk sosial, ditentukan oleh  interaksi antara dirinya dengan alam semesta. Rona dan kualitas kehidupan bersama menjadi sedemikian rupa, tergantung intensitas interaksi, saling memberi, dan saling melengkapi antara mikrokosmos dengan makrokosmos.

Akhir tahun, sebagai rangkaian waktu, merupakan bagian dari totalitas alam semesta. Maka, setiap amalan dan realitas (lahir maupun batin), sesungguhnya merupakan komponen atau subsistem dari totalitas alam semesta. Seluruhnya terjalin dalam proses kehidupan, dan berkontribusi pada kualitas maupun kuantitas produk kehidupan.

Baca Juga: Petung Jawa weton Rabu Legi 21 Desember 2022, bakat ikut numpang, bisa jadi PNS, pegawai swasta, buruh pabrik

Pada tataran empiris, hari-hari ini, proses kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, cenderung liberal, egois-individual. Eksistensi manusia sebagai pribadi pada lapisan sosial elite tertentu, cenderung menonjol, atau sengaja ditonjolkan. Bahkan, ego-individualitasnya, menggeser eksistensinya sebagai makhluk sosial. Akibatnya, karakter sosial-kebangsaan, semakin menipis.

Contoh, perihal demokrasi. Pemilihan umum, merupakan aktivitas sosial-kebangsaan. Tetapi pemenangnya ditentukan hitungan jumlah pribadi-pribadi (pemilih). Sebagai pemenang, merasa (dan dipandang sah) berkuasa terhadap pihak terkalahkan. Nasib pihak terkalahkan, amat ditentukan oleh elite penguasa. Baik atau buruknya perilaku elite politikus, berpengaruh cepat dan dahsyat terhadap rona kehidupan berbangsa keseluruhan. Realitas aktual menunjukkan, alam demokrasi di negeri ini telah kehilangan karakter dan biosfer kebersatuannya.

Dalam konteks tahun politik, layak diingatkan bahwa dari waktu ke waktu, kehidupan berdemokrasi terus berproses. Proses itu umumnya berjalan linier. Maknanya, setiap aktivitas atau realitas, senantiasa tali-temali, satu dengan lainnya. Dalam konteks demikian, demokrasi itu berproses terus-menerus, tanpa henti.  Kalaupun ada titik-titik pemberhentian, hanyalah bersifat sementara. Di titik pemberhentian itulah, ada waktu jeda. Inilah waktu penting untuk introspeksi dan berbenah diri. Energi ditambah. Orientasi diluruskan. Selanjutnya, proses berjalan lagi, hingga ke titik akhir.

Ada pandangan, demokrasi merupakan substansi alami dan bersifat siklis (bergantung pada siklusnya). Bagikan roda berjalan. Cokro manggilingan. Ada saatnya di atas. Ada pula saatnya di bawah. Entah kalah atau menang, kondisi masing-masing tentu tidak sama. Tergantung eranya. Demokrasi masa lalu merupakan kenangan, demokrasi saat ini merupakan realitas. Demokrasi masa depan merupakan tantangan. Itulah demokrasi dalam proses dan rentang perjalanan waktu.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Hudono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

FWK Membisikkan Kebangsaan dari Diskusi-diskusi Kecil

Jumat, 31 Oktober 2025 | 10:30 WIB

Budaya Hukum Persahabatan

Rabu, 24 September 2025 | 11:00 WIB

Generasi PhyGital: Tantangan Mendidik Generasi Dua Dunia

Minggu, 21 September 2025 | 10:13 WIB

Akhmad Munir dan Harapan Baru di Rumah Besar Wartawan

Selasa, 2 September 2025 | 09:52 WIB

Kemerdekaan Lingkungan, Keselamatan Rakyat

Rabu, 13 Agustus 2025 | 10:15 WIB

Mikroplastik: Ancaman Baru terhadap Kesehatan

Kamis, 7 Agustus 2025 | 09:00 WIB

Pro dan Kontra Identik Perpecahan?

Rabu, 6 Agustus 2025 | 12:05 WIB

Mentalitas Kemerdekaan

Jumat, 18 Juli 2025 | 16:50 WIB

Jabatan sebagai Amanah

Kamis, 19 Juni 2025 | 11:15 WIB
X